Kejujuran di Penghujung Zaman
Oleh: ZIYADUL MUTTAQIN
Derasnya
informasi dan perubahan zaman yang semakin cepat membuat nilai-nilai kejujuran
kian memudar dalam kehidupan sehari-hari. Dipenghujung zaman ini, teknologi
memang mempermudah interaksi, tetapi sering kali mengaburkan batas-batas moral
dan etika. Kejujuran yang dulu menjadi landasan kokoh dalam menjalani kehidupan
kini tampak semakin langka, baik dalam interaksi personal, dunia bisnis hingga
politik.
Kejujuran: Fondasi
Kehidupan yang Terlupakan
Kejujuran adalah nilai universal yang diakui
oleh semua agama, budaya dan tradisi sebagai dasar dalam menjalani kehidupan
yang baik. Dalam Islam, kejujuran (siddiq) merupakan sifat yang
dijunjung tinggi dan menjadi salah satu karakteristik warisan para nabi. Allah
berfirman: “Tetapi jikalau mereka berlaku jujur pada Allah, niscaya yang
demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad: 21).
Sayangnya di
era modern ini, kejujuran sering kali dianggap sebagai sesuatu yang naif. Ada yang
beranggapan bahwa kejujuran tidak lagi memiliki tempat dalam kehidupan yang
kompetitif dan penuh tekanan. Namun, kejujuran tetaplah fondasi yang tak
tergantikan. Ia adalah jaminan kepercayaan dalam hubungan antarmanusia, kunci
dalam transaksi ekonomi yang adil, serta pedoman dalam kepemimpinan yang
bertanggung jawab. Ketika kejujuran diabaikan, maka akan muncul
ketidakpercayaan, ketidakadilan dan kekacauan. Kejujuran bukan hanya tentang
berkata jujur, tetapi juga tentang berperilaku dan bertindak sesuai dengan
kebenaran.
Realitas Kejujuran di Era Modern
Meskipun
kejujuran adalah nilai yang ideal, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
kejujuran sering kali dikesampingkan demi keuntungan sesaat. Di dunia kerja misalnya,
banyak orang tergoda untuk memanipulasi data atau menyembunyikan informasi demi
meraih promosi atau keuntungan bisnis. Di dunia politik, kebohongan sering kali
dijadikan alat untuk meraih dukungan atau mempertahankan kekuasaan. Bahkan,
dalam kehidupan sehari-hari, banyak yang merasa bahwa kebohongan kecil adalah
sesuatu yang lumrah demi menjaga keharmonisan atau menghindari konflik.
Fenomena ini
menunjukkan bahwa kejujuran telah kehilangan nilainya di mata sebagian orang.
Namun, dampaknya justru berbalik merugikan. Ketidakjujuran dalam skala kecil
maupun besar menciptakan efek domino yang merusak. Dalam bisnis misalnya,
ketidakjujuran dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan pelanggan bahkan
berujung pada kehancuran reputasi perusahaan. Di ranah politik, kebohongan yang
terungkap bisa memicu krisis kepercayaan publik, memecah belah masyarakat dan
menciptakan ketidakstabilan sosial.
Kehidupan
yang menuntut hasil instan menjadi salah satu alasan orang berbuat tidak jujur.
Persaingan yang ketat di berbagai bidang membuat orang merasa bahwa
satu-satunya cara untuk bertahan adalah dengan mengabaikan kejujuran.
Di era Artificial intelligence,
informasi dapat dengan mudah dimanipulasi atau disembunyikan sehingga sulit
untuk memverifikasi kebenaran. Media sosial sering kali digunakan untuk
menyebarkan berita palsu (hoax) atau menampilkan citra diri yang tidak sesuai
dengan kenyataan.
Namun, tantangan terbesar dalam mempraktikkan
kejujuran sebenarnya bukan terletak pada teknologi atau persaingan yang ketat,
melainkan pada diri kita sendiri. Kejujuran adalah soal keberanian untuk
menghadapi konsekuensi dari kebenaran, seberat apa pun itu. Banyak orang merasa
takut untuk jujur karena khawatir akan dihakimi, ditolak atau bahkan kehilangan
kesempatan. Padahal, kejujuran justru membuka jalan untuk membangun hubungan
yang lebih kuat, baik dengan diri sendiri maupun orang lain.
Dari Ibnu Mas’ud RA bahwai Nabi SAW sabdanya:
“Sesungguhnya Kejujuran itu menunjukkan kepada kebaikan dan sesungguhnya
kebaikan itu menunjukkan ke syurga dan sesungguhnya seseorang selalu berbuat
jujur sehingga dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang yang jujur. Dan
sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada Kejahatan dan sesungguhnya Kejahatan
itu menunjukkan kepada neraka dan sesungguhnya seseorang yang selalu
berdusta maka dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang yang pendusta.”
(Muttafaq ‘alaih)
Setidaknya ada tiga karakteristik kejujuran
yang sangat perlu disampaikan. Pertama, kejujuran
adalah investasi jangka panjang. Kedua, kejujuran harus diajarkan sejak
dini dan ketiga, berani menolak ketidakjujuran meskipun itu datang dari
orang-orang sekitar kita.
Kejujuran
adalah nilai abadi yang tidak akan pernah usang bahkan di penghujung zaman
sekalipun. Meskipun dunia semakin kompleks dan tantangan semakin besar,
kejujuran tetap menjadi landasan bagi kehidupan yang bermartabat dan
berkelanjutan.
Post a Comment for "Kejujuran di Penghujung Zaman"