Macam-macam Doa Iftitah atau Istiftah dalam Shalat
Iftitah/Istiftah, doa Iftitah/doa Istiftah adalah
empat istilah yang menunjuk satu makna yaitu dzikir yang dibaca sebagai pembuka
shalat yang biasanya dibaca setelah setelah takbiratul ihram dan sebelum
membaca ta’awwudz dan surat Al-Fatihah, baik shalatnya sendirian ataupun
berjamaah, menjadi imam ataupun menjadi makmum.
Mayoritas ulama menilai bahwa membaca doa Iftitah ini
hukumnya sunnah, baik sekali untuk dibaca pada shalat wajib atau sunnah, bagi
imam dan makmum, shalat sendirian atau berjamah, sedang musafir ataupun tidak,
baik shalatnya berdiri, duduk, ataupun berbaring, dst, jika dibaca akan
mendapat pahala disisi Allah swt, jika ditinggalkan baik dengan sengaja atau
karena lupa maka tidak berdosa dan
shalatnya tetap sah, tanpa harus menggantinya dengan sujud sahwi diakhir
shalat, jika setalah takbiratul ihram tidak sengaja langsung membaca
Al-Fatihah tidak harus diulang dengan kembali membaca iftitah, Al-Fatihahnya
boleh dilanjutkan saja. Kesunnahan membaca doa iftitah ini berdasarkan
keterangan banyak hadits yang nanti akan kita tuliskan dibagian akhir, insya
Allah.
Namun dalam penilaian madzahab Maliki (Al-Mudawwanah:
1/62 ), membaca doa Iftitah malah tidak dianjurkan, bahkan dinilai makruh
karena sudah memisahkan antara takbiratul ihram dengan Al-Fatihah,
padahal menurut keterangan yang didapat sahabat Anas bin Malik beliau pernah
shalat dibelakang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, juga pernah
shalat dibelakang Abu Bakr, Umar, dan Utsman dan kesemuanya membuka shalatnya
dengan “Alhamdulillahi rabbil alamin” (membaca Al-Fatihah).
Sehingga dari keterangan ini akhirnya disimpulkan
dalam madzhab Maliki bahwa baik imam maupun makmum, ataupun mereka yang
shalatnya munfarid/sendirian, maka hendaklah mereka semua setelah
selesai dari takbiratu ihram langsung membaca surat Al-Fatihah, tidak harus
membaca doa iftitah. (Al-Mudawwanah:1/62).
Lafaz Doa Iftitah
Ada banyak riwayat terkait lafazh doa iftitah, hanya
saja ada tujuh lafaz doa Iftitah yang masyhur dan ma’tsur dengan riwayat
yang dinisbahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana
kesemua lafaz doa ini bisa dipakai dan dibenarkan untuk dibaca pada shalat yang
kita laksanakan, baik shalat wajib maupun sunnah, baik sendirian ataupun
berjamaah.
Pertama: Dari Aisyah ra berkata: Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam ketika memulai shalat beliau membaca:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ
وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إلَهَ غَيْرُكَ
Subhanakallahumma
wabihamdka watabarokasmuka wataala jadduka wala ilaha ghoiruka. (HR. Abu
Daud, Tirmidzi dan Ad-Daru Quthni).
Kedua: Dari Abu
Said Al-Khudri ra berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika
shalat malam beliau bertakbir kemudian membaca doa:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ
وَلَا إلَهَ غَيْرُكَ
“Subhanakallahumma wabihamdka watabarokasmuka wataala jadduka wala ilaha
ghoiruka”. Kemudian dilanjutkan dengan membaca:
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا
“Allahu Akbaru kabiro”. Kemudian
dilanjutkan dengan membaca:
أَعُوذُ بِاَللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ
هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ
A’udzubillahis sami’il alimi minas syaithonir rojim
min hamzihi wanafkhihi wanaftsihi” (HR. Abu
Daud, Tirmidzi, Nasa’i).
Ketiga: Dari Jabir
ra, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika memulai shalat
beliau membaca:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ
وَلَا إلَهَ غَيْرُكَ وَجَّهْتُ وَجْهِي لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ
حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ
وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Subhanakallahumma wabihamdka watabarokasmuka wataala jadduka wala ilaha
ghoiruka. Wajjahtu wajhiya lilladzi fatoros samawatiwal ardh, hanifan wama ana
minal musyrikin, inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil
‘alamin” (HR. Al-Baihaqi).
Keempat: Dari Anas
ra, ada seseorang yang masuk shaf shalat lalu dia membaca:
الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ
“Alhamdulillahi hamdan katsiron mubarokan fihi”
Lalu setelah Rasulullah shallallhu alaihi wasallam selesai
dari shalatnya, beliau bertanya siapakah tadi membaca kalimat doa seperti itu?
Jamaah diam sejenak. Rasulullah shallallhu alaihi wasallam melanjutkan: “Siapa saja
diantara kalian yang membaca doa tersebut maka sungguh dia tidaklah berkata
yang sia-sia” …hingga akhir hadits. (HR. Muslim)
Kelima: Dari Ibnu Umar ra berkata: “Ketika kami tengah melaksankan shalat bersama
Rasulullah shallahu alaihi wasallam tiba-tiba ada salah seoarang
diantara kami berkata:
الله اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّهِ ِكَثِيْرًا وَ سُبْحَانَ اللَّهِ
بُكْرَةً وَأَصِيلًا
“Allahu akbaru kabiro, walhamdu lillahi katsiro wa
subhanllahi bukrotan wa ashila”
Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata
(setelah selesai shalat): Siapakah tadi yang membaca ini dan itu?”. Salah
seorang dari jamaah berkata: “Saya, wahai Rasulullah”. Rasul bersabda: “Saya
ta’jub dengan doa itu, itu adalah doa yang dengannya pintu-pintu langit bisa
terbuka”. Ibnu Umar berkata: “Saya tidak pernah meninggalkan doa itu semenjak
saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengatakan tentang
(keutamaan) doa tersebut”. (HR. Muslim).
Keenam: Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
diam pada waktu antara takbir dan Al-Fatihah, lalu saya bertanya kepada beliau:
“Apakah yang Engkau baca diantara takbir dan Al-Fatihah itu, ya Rasulullah?”
Rasulullah menjawab: “Saya membaca:
اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ
الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى
الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ
وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
“Allahumma ba’id baini wabaina khothoyaya kama ba’adta
bainal masyriqi walmaghrib. Allahumma naqqini minal khotoya kama yunaqqos
tsaubul abyadhu minad danas. Allahummaghsil khothoyaya bilma’i was tsalji
walbarodi” (HR. Bukhari dan Muslim, dengan beberapa perbedaan
kecil antara lafaz dari Bukhari dan Muslim).
Ketujuh: Dari Ali
bin Abi Thalib ra dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa
sanya beliau ketika shalat membaca:
وَجَّهْتُ وَجْهِي لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا
أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِيْ
لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ
اُمِرْتُ وَاَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. اَللّهُمَّ اَنْتَ الْمَلِكُُ لاَ اِلَهَ
إِلاَّّ اَنْتَ رَبِّىْ وَاَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ وَاعْتَرَفْتُ
بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ ذُنُوْبِيْ جَمِيْعًا لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلاَّ
اَنْتَ وَاهْدِنِىْ لِاَحْسَنِِِ الْاَخْلَاقِ لاَ يَهْدِيْ لِاَحْسَنِهَا إِلاََّ
اَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّيْ سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّيْ سَيِّئَهَا اِلاَّ
اَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيُْر كُلُّهُ بِيَدَيْكَ وََالشَّرُّ لَيْسَ
اِلَيْكَ اَنَا بِكَ وَاِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ اَسْتَغْفِرُكَ
وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ
“Wajjahtu wajhiya lilladzi fatoros samawati wal ardh,
hanifan wama ana minal musyrikin, inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati
lillahi robbil alamin, la syarikalahu wabidzalika umirtu wa ana minal muslimin.
Allahumma antal malik, la ilaha illa anta robbi wa ana ‘abduka, zholamtu nafzi
wa’taroftu bidzanbi, faghfirli dzunubi jami’a, la yaghfiruz dzunuba illa anta,
wahdini liahsanil akhlaq la yahdi li ahsaniha illa anta, washrif ‘anni
sayyi’aha la yashrifu ‘anni sayyi’aha illa anta, labbaika wa sa’daika, wal
khoiru kulluhu biyadaika, was syarru laisa ilaika, ana bika wa ilaika, tabarokta
wa ta’alaita, astaghfiruka wa atubu ilaika”.
Madzhab Ulama Tentang Lafazh Doa Ifititah
Diantara tujuh lafazh doa iftitah tersebut diatas yang
masyhur, maka dalam pandangan madzhab Hanafi dan Hanbali, dan ini yang sering
dipakai oleh Umar, Ibnu Mas’ud, Al-Auza’i, Ats-Tsauri bahwa lafazh doa iftitah
yang mereka pilih adalah lafazh doa yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, yang
berbunyi:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ
وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إلَهَ غَيْرُكَ
Subhanakallahumma wabihamdka watabarokasmuka wataala jadduka wala ilaha
ghoiruka.
Sedangkan dalam panilaian madzhab Syafi’i (Al-Majmu”;
3/321), walaupun semua redaksi doa tersebut bisa dibenarkan, namun mereka
lebih memilih bahwa lafaz doa iftitah terbaik itu adalah seperti yang diriwayatkan
oleh sahabat Ali bin Abi Thalib yang berbunyi:
وَجَّهْتُ وَجْهِي لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا
أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِيْ
لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ
اُمِرْتُ وَاَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. اَللّهُمَّ اَنْتَ الْمَلِكُُ لاَ اِلَهَ
إِلاَّّ اَنْتَ رَبِّىْ وَاَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ وَاعْتَرَفْتُ
بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ ذُنُوْبِيْ جَمِيْعًا لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلاَّ
اَنْتَ وَاهْدِنِىْ لِاَحْسَنِِِ الْاَخْلَاقِ لاَ يَهْدِيْ لِاَحْسَنِهَا إِلاََّ
اَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّيْ سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّيْ سَيِّئَهَا اِلاَّ
اَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيُْر كُلُّهُ بِيَدَيْكَ وََالشَّرُّ لَيْسَ
اِلَيْكَ اَنَا بِكَ وَاِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ اَسْتَغْفِرُكَ
وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ
“Wajjahtu wajhiya lilladzi fatoros samawati wal ardh, hanifan wama ana
minal musyrikin, inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil
alamin, la syarikalahu wabidzalika umirtu wa ana minal muslimin. Allahumma
antal malik, la ilaha illa anta robbi wa ana ‘abduka, zholamtu nafzi wa’taroftu
bidzanbi, faghfirli dzunubi jami’a, la yaghfiruz dzunuba illa anta, wahdini
liahsanil akhlaq la yahdi li ahsaniha illa anta, washrif ‘anni sayyi’aha la
yashrifu ‘anni sayyi’aha illa anta, labbaika wa sa’daika, wal khoiru kulluhu
biyadaika, was syarru laisa ilaika, ana bika wa ilaika, tabarokta wa ta’alaita,
astaghfiruka wa atubu ilaika”.
Dan ada juga sebagian ulama yang membolehkan untuk menggabungkan banyak doa
ifitah dalam satu waktu, semua lebih flexibel untuk dilakukan, sesuai dengan
keinginan dan kondisi yang ada.
Iftitah
Imam dan Makmum
Siapa saja
yang ingin melaksanakan shalat maka kesunnahan membaca doa iftitah ini berlaku baginya,
demikian menurut jumhur/mayoritas ulama, khusus untuk imam maka membaca doa
iftitah ini disesuaikan dengan kondisi makmum sehingga panjang dan pendek
bacaan iftitah yang dipilih oleh imam disesuaikan demi kemudahan untuk jamaah,
akan tetapi jika semua makmum rela dan memang sudah terbiasa dengan shalat yang
lama dengan bacaan-bacaan yang panjang, maka pendapat madzahab Syafii dengan
membaca lengkap bacaan iftitah dari awal samapai akhir bisa menjadi pilihan,
sesuai dengan riwayat Ali bin Abi Tholib, dan bisa juga ditambah dengan doa
iftitah yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah; Allahumma ba’id baini… (Al-Majmu’:
3/321)
Begitu juga
bagi makmum, disunnahkan hukumnya untuk membaca doa iftitah persis setelah
selesai dari takbiratul ihram, pilihan panjang dan pendeknya doa yang dibaca
diserahkan kepada makmum dengan menyesuaikan kondisi imam agar supaya ketika
imam sudah mulai membaca Al-Fatihah, semua makmum sudah selesai membaca doa
iftitahnya. Dalam kondisi dimana imam sudah membaca Al-Fatihah dan makmum belum
membaca atau belum selesai dari doa iftitah, maka dalam hal ini para ulama
berbeda pendapat:
Para ulama
dari madzhab Hanafi (Ad-Dur Al-Mukhtar:1/328 ) menilai bahwa jika imam
sudah membaca Al-Fatihah maka sudah cukup berhenti dari membaca iftitah dan
fokus mendengarkan bacaan imam, utamanya ketika shalat jahriyyah (shalat
dimana bacaan imamnya keras).
Berbeda
dengan pandangan para ulama dalam madzhab Syafii, baik pada shalat sirriyyah
maupun jahriyyah semua makmum tetap disunnah membacanya, hanya saja
ketika imam sudah mulai membaca Al-Fatihah hendaknya makmum segera mempercepat
bacaan agar sesegera mungkin selesai dari doa iftitahnya. (Nihayah
Al-Muhtaj: 1/454 ).
Dalam
padangan ulama dari madzhab Hanbali hampir sama dengan madzahab Syafii,
hukumnya sunnah bagi makmum untuk membaca doa iftitah jika memang ada
kesempatan untuk membaca doa iftitah, dimana imam belum memulai bacaan
Al-Fatihanya, namun jika imam dalam shalat jahriyyah langsung membaca
Al-Fatihah setelah takbiratul ihram tanpa memberikan jedah diam sebentar untuk
doa iftitah maka pendapat para ulama dalam madzhab ini baiknya makmum tidak
membaca iftitah dan diam saja mendengarkan bacaan Al-Fatihah imam. (Al-Mughni:
1/607).
Iftitah
Masbuq
Dalam
kondisi seorang yang shalat berjamaah dalam kondisi masbuq, maka dalam hal ini
para ulama juga berbeda pendapat, apakah tetap sunnah membaca doa iftitah atau
tidak:
Para ulama
dari madzhab Hanafi berpendapat bahwa jika masbuq pada shalat jahriyyah dan
imam sedang membaca Al-Fatihah/surat lainnya, maka yang terbaik bagi makmum
adalah mendenagarkan bacaan imam, akan tetapi nanti setelah berdiri lagi untuk menyempurnakan rakaat yang
tertinggal, maka kesunnahan membaca doa iftitah tadi boleh dibaca, namun jika
masbuq pada shalat sirriyyah maka kesunnahan iftitah masih tetap ada walau
sudah tertingal lebih dari satu rakaat.
Dalam
madzhab Syafii (Al-Adzkar: 44), jika seseorang yang masbuq mendapati
imam dalam kondisi masih berdiri, baik dalam keadaan shalat jahriyyah maupun
sirriyyah, maka kesunnahan membaca doa iftitah tetap ada, jika memang yakin
bahwa membaca Al-Fatihah tetap bisa selesai sebelum imam rukuk, jika tidak maka
baiknya doa iftitah ditinggalkan saja dan segera membaca Al-Fatihah, dengan
demikian tidak ada lagi waktu untuk membaca iftitah setelahnya hingga selesai
shalat.
Sedangkan
dalam pandangan madzhab Hanbali (Al-Mughi: 2/265), jika
sudah terlewatkan rakaat pertama, maka mereka yang masbuq boleh-boleh saja
membaca doa iftitah pada saat berdiri saat dia pertama masuk kedalam shaf
shalat, pendapat membaca doa iftitah dan tidak membaca keduanya ada riwayat
dari imam Ahmad bin Hanbal.
Wallahu
A’lam Bisshawab
Via: rumahfikih.com
Post a Comment for "Macam-macam Doa Iftitah atau Istiftah dalam Shalat"