Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) Mau Dibawa Kemana?
PUTM
(Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah) pada hari kamis dan jumat 19-20 februari
2015 bekerjasama dengan PWM (Pimpinan Wilayah Muhammadiyah) Yogyakarta
mengadakan acara besar yang disebut Halaqah Nasional Pendidikan Ulama Tarjih
Muhammadiyah. Acara tarsebut bertujuan untuk merumuskan nasib kurikulum PUTM ke
depannya.
PUTM
sebagai institusi tempat pengkaderan ulama milik Muhammadiyah memang secara
sistematika kurikulum di PUTM masih sangat dini untuk dikatakan ideal sebagai lembaga
pengkaderan ulama. Pasalnya sistematika kurikulum di PUTM masih tergolong
‘kurang’ sistematis. Pada masa awal-awal berdirinya PUTM, kurikulum yang ada
tidak ada sistematikanya secara tertulis. Pada saat itu kurikulum hanya ada di lidah
para ustadz dan KIAI. Bisa dikatakan kurikulum PUTM pada saat itu adalah
kurikulum berjalan.
Seiring
dengan berjalannya waktu dan semakin baiknya kualitas penataan akademis yang
ada di PUTM maka dibentuklah sebuah kurikulum Pendidikan Ulama Tarjih
Muhammadiyah yang pada saat itu mudir PUTM adalah Prof. Drs. Saad Abdul Wahid
dengan ketua BPH Drs. H. Fahmi Muqaddas, M.Hum. Namun kurikulum yang terbentuk
berujung pada idealitas pembentukan ulama yang sangat-sangat ideal yaitu
menguasai seluruh kompetensi ilmu yang harus dimiliki oleh seorang ulama.
Sehingga berujung pada banyaknya SKS (sekitar
250-an lebih -setara dengan S2).
Tidak
hanya demikian, akibat banyaknya sks yang menumpuk dan diarahkan kesemua
kompetensi akhirnya tidak ada satupun materi yang benar-benar dikuasai oleh thalabah
(sebutan untuk mahasiswa PUTM). Dengan demikian, seharusnya model kurikulum
Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah hendaknya diarahkan pada kompetensi yang
benar-benar diinginkan. Seperti ke arah penguasaan kitab-kitab kuning (kitab
turats), Qawaid, ushul fikih, fikih dan ilmu-ilmu Islam lainnya.
Memang
secara idealnya seorang ulama harus mempunyai kompetensi untuk menguasai
seluruh cabang ilmu dasar dan wawasan. Sebagaimana statement Prof. Dr. Syamsul
Anwar, MA dalam acara Halaqah Nasional Pendidikan Ulama tarjih Muhammadiyah
pada 19-20 februari kemarin bahwa kompetensi seorang ulama adalah harus faham
dan menguasi bahasa arab beserta cabang-cabangnya dan ilmu-ilmu ushul serta
ilmu-ilmu metodologinya. Lalu menguasi dan faham bahasa inggris untuk menguasai
wawasan yang luar karena bahasa inggris sebagai bahasa internasional dan bahasa
ilmu pengetahuan kontemporer. Lalu terakhir adalah menguasai ilmu falak.
Akan
tetapi dengan hanya waktu yang sedikit (3 tahun) pendidikan di PUTM dituntut
untuk menguasi kriteria ilmu ulama yang luas seperti itu bukanlah sesuatu yang
mudah. Sehingga PUTM Yogyakarta harus diarahkan pada model tertentu. Apakah
model seperti ciri khas PUTM yang dulu yang kompetesinya adalah ahli membaca dan
menguasai kitab-kitab turats ataukah seperti PKU (Pendidikan Kader Ulama)
Gontor yang mengedepankan model gazwul fikri atau seperti model
pengkaderan di Ibnu Khaldun Bogor dibawah asuhan Dr. Adian Husaini yang
mengedepankan integrasi ilmu pengetahuan dan agama.
Saya
tidak tahu mau dibawa kemana PUTM kedepannya. Yang pasti pada acara Halaqah
Nasional Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta tersebut akan dibahas kurikulum yang tepat untuk PUTM untuk kemajuan
PUTM ke depannya. Pada acara tersebut telah dibuat sebuah team perumus
kurikulum yang akan diterapkan di PUTM sesuai dengan kebutuhan yang ada. Semoga
kedepannya PUTM lebih mengedepankan kualitas alumninya. Langkah Berdebu
Post a Comment for "Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) Mau Dibawa Kemana?"