Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Catatan Hati Seorang Mahasiswa

Catatan Hati Seorang Mahasiswa Pas-pasan
Semua orang yang ingin memperoleh gelar akademik tinggi maka harus melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Secara normalnya seperti itu, walaupun ada pula yang mendapat gelar akademik karena hadiah atau penghargaan. Seperti HAMKA yang mendapat gelar honoris clausa sebagai profesor.  Saat ini , untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi tersebut dinamakan kuliyah. Sebagai mahasiswa, yang namanya kuliyah adalah sesuatu yang biasa. Namun untuk sebagian orang, bisa melanjutkan kuliyah adalah sebuah prestasi yang luar biasa. Tidak hanya anak mahasiswanya yang merasa punya prestasi, akan tetapi keluarganya juga seperti itu. Orang tau bahkan  tetangga.

Bagi mahasiswa pas-pasan, kuliyah juga merupakan sebuah prestasi. Namun bukan berarti prestasi tersebut adalah sebuah kebanggan buat khalayak, tapi hanya untuk diri sendiri sebagai penghibur lara saja, Cuma itu. Yang saya amati di lapangan, ternyata ada anggapaan bahwa seorang yang sudah bergelar mahasiswa dan kuliyah pasti orangnya pinter, orang tuanya kaya dan lain sebagainya. Anggapan ini saya peroleh ketika saya pulang ke kampung  setelah liburan ujian. Padahal tidak demikian adanya. Ada mahasiswa yang memang pas-pasan tapi karna keinginan belajarnya tinggi dia rela bersusah-susah payah. Ada juga yang kuliyah hanya karna keinginan orang tua. Ada beberapa kategori mahasiswa yang saya perhatikan tentang hal ini.
  1. Mahasisawa yang kuliyah karna memeng semanagat belajarnya tinggi dan ia rela bersusah payah, walaupun orang tua di kampung juga pas-pasan.
  2. Mahasiswa yang kuliyah hanya karna keinginan orang tua.
  3. Mahasiswa yang kuliyah cuma sebagai formalitas mencari titel akademik atau gelar belaka.

Saya termasuk mahasiswa yang tipe pertama, entah kenapa memang itulah adanya. Saya anak orang pas-pasan, Namun dengan hal itu tidak membuat saya surut, saya membayangkan kerja keras orag tua di kampung yang membanting tulang kerja keras demi membiayai saya di sini, itu sudah cukup sebagai cambuk belati untuk menyemangati. Bahkan saya kadang tak kuasa memabayangkan hal itu.

Sebagai mahasiswa pas-pasan, ada beberapa hal yang bisanya terjadi pada mahasiswa kelas ini.

Pertama, Tingkat ke-Stresan Berbanding Lurus dengan Isi Dompet.
Ini sebuah realita bung, bagi mahasiswa yang pas-pasan, apalagi di tengah rantau tentu tidak semudah dan segampang di kota /daerah sendiri. Isi dompet sangat mendominasi tingkat keceriaan. Diakui atau tidak, kadang memang seperti itulah kenyataannya. Kadang juga susah membedakan antara sakit dengan tidak punya duit. Kadang juga sulit membedakan antara dompet isi dengan keceriaan. Semakin tebal isi dompet, tingkat kreatifitas meningkat. Hehe. Maksudnya bukan matrealistik, tapi itulah kebutuhan diperantauan. Bagi mahasisawa yang masih mengandalkan kucuran durian dari orang tua, tantu akan jadi momok yang menakutkan ketika dompet lagi sekarat.

Kedua, Pengeluaran Sedikit dengan Pendapatan Maksimum.
Ini seperti prinsip ekonomi, seharusnya prinsip inilah yang cocok diterapkan pada ekonomi. Sejatinya para mahasiswa pas-pasan ini telah menerapkan prinsip-prinsip ini. Sabagai contohnya dari penerapan prinsip ini bagi mahasiswa ialah ketika sedang ada tugas yang membutuhkan koneksi internet yang full. Untuk mensiasatinya, para mahasisaw pas-pasan ini biasanya pergi ke caffe atau suatu tempat yang menyediakan layanan Wi-Fi gratis. Kemudian memesan secangkir kopi dan duduk duduk di situ sambil membawa laptop dan charger. Tantunya secangkir kopi tak akan habis sekali minum, tapi dinikmati sedikit demi sedikit sampai waktu yang tak ditentukan. Haha, ini kenyataan dan sudah menjadi rahasia publik.

Ketiga, interaksi karena tendensi
Ini sebenarnya kelakuan yang tidak baik, tapi apalah daya, zaman sekarng interaksi-interaksi yang ada tak lain hanyalah sebuah kumpulan tendensi-tendensi. Walaupun tidak demikian semua, ada juga interaksi yang memang benar-benar tulus. Silahkan kembangkan sendiri, saya tak akan menjelaskan yang ini.

Keempat, Kritis dan Peka Terhadap Keadaan
Sebagai mahasiswa pas-pasan tentunya untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan duit yang pas-pasan harus peka terhadap keadaan. Inilah yang menuntut seorang mahasiswa kreatif. Sebagai contohnya sambil mengisi waktu luang bisa dengan jualan-jualan, entah apa saja, yang penting  halalan thayyiban. Itulah prinsipnya. Peka terhadap keadaan.

Kelima, Pengaruh dengan Tingkat Spiritualitas
Ini bukan realita yang pasti, tapi realita yang ada membuat keadaan menjadi terlihat sebuah kepastian. Mahasiswa yang pas-pasan cenderung memiliki tingkat spiritualitas yang baik. Tentu bila difikir secara logika memamg seharuasnya demikian. Pasalnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup yang serba pas-pasan ia akan banyak berusaha, banyak beradoa, memohon kepada sang kuasa agar kebutuhannya terpenuhi dengan baik.

Keenam, Intelgency Influence
Saya tidak tahu istilahnya ini benar atau salah. Tapi hidup pas-pasan memang sangat berpengaruh pada perkembangan mental seseorang dan juga tingkat intelegensinya. Lihat saja orang-orang jepang. Mereka bisa pintar mensiasati rumah mereka yang anti gempa karna daerah mereka sering terjadi gampa. Begitu juga dengan mahasiswa pas-pasan, dengan hidupnya yang pas-pasan tersebut biasanya akan membuat ia termotovasi positif demi mempertahankan statusnya sebagai mahasiswa atau meraih cita-citanya atau merealisasikan keinginan orang tua dan lain sebagainya. Hal ini membuat otaknya main dan dengan sendirinya secara otomatis ia akan lebih memiliki kecenderungan intelegency yang memadai.

Sebenarnya masih banyak fakta-fakta dan perilaku keseharian tenang mahasiswa..silahkan refleksikan sendiri dan terima kasih.  :D

Post a Comment for "Catatan Hati Seorang Mahasiswa"