Tingkatan Fuqaha Islam dalam Khasanah Ilmu Fikih
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW telah
mengisyaratkan bahwa ilmu yang diwariskan oleh para nabi kepada para
pengikutnya akan diambil oleh mereka dengan kadar yang berbeda-beda. Maka nabi
pun memerintahkan untuk mengambil sebanyak-banyaknya dan jangan merasa cukup
dengan yang telah dimiliki. Rasulullah SAW bersabda:
وإن العلماء
ورثة الأنبياء وإن الأنبياء لم يورثوا دينارا ولا درهما إنما ورثوا العلم فمن أخذه
أخذ بحظ وافر
“Dan sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi,
dan sesungguhnya para nabi tidak mewarisi dinar atau pun dirham namun mereka
mewarisi ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya, ia telah mengambil dengan
kadar yang banyak.” (HR.
Ahmad, Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Majah, Ibnu Hiban dan Al Baihaqi dari Abu Ad
Darda’).
Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri dalam kitab syarh
Sunan Tirmizinya, Tufah Al Ahwazi bi Syarhi Sunan At Tirmizi berkata, “Boleh
saja maksud dari 'mengambil' dalam hadit ini adalah perintah yakni maka
berangsiapa yang ingin mengambilnya (ilmu) maka ambillah dengan kadar yang
banyak dan jangan merasa cukup dengan yang sedikit. (Tufah Al Ahwazi bi Syarhi
Sunan At Tirmizi7/377).
Ulama menyimpulkan bahwa terdapat tingkatan-tingkatan
keilmuan di antara fuqaha. Di antara ulama yang telah menyimpulkan tingkatan
tersebut adalah Ibnu Ash Shalah. Bahkan tingkatan fuqaha yang diurai oleh Ibnu
Ash Shalah dalam kitabnya Adab Al Mufti wa Al Mustafti banyak diikuti oleh
ulama lainnya.
Berikut 5 tingkatan fuqaha menurut imam Ibnu Ash
Shalah (Adab Al Mufti wa Al Mustafti 87):
Tingkatan Pertama:
Tingkatan fuqaha yang mustaqil (tidak terikat) dalam
menyimpulkan hukum-hukum syariat dari dalil-dalilnya yang terperinci tanpa
bersandar atau taqlid kepada siapapun dalam masalah-masalah ushul ataupun
furu’. Fuqaha dalam tingkatan inilah yang menetapkan dasar-dasar dan
kaedah-kaedah mazhab, apakah dengan cara langsung (nash) atau disimpulkan oleh
pengikut-pengikutnya dari masalah-masalah furu’ yang mereka sampaikan.
Untuk tingkatan ini, ulama menisbatkan beberapa nama
bagi mereka seperti; ‘Al Mujtahid AlMuthlaq’, ‘Al Mujtahid fi Asy Syar’i’, ‘Al
Mujtahid Al Mustaqil’,‘ Al Mufti Al Muthlaq’, dan ‘Al Mufti Al Mustaqil’.
Sedangkan ulama-ulama yang menempati tingkatan ini di
antaranya; Fuqaha dari kalangan Shahabat (exp: Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu
Mas’ud dll ridhwanullahu’alaihim) dan Tabi’in (exp: ‘Atha’ bin Abi Rabbah,
Ibrahim An Nakha’i, Said bin Musayyib dll), 4 imam mazhab (Abu Hanifah Nu’man
bin Tsabit, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris Asy Syafi’i, Ahmad bin Muhammad
bin Hanbal), dan imam-imam lainnya yang semasa dengan mereka atau yang datang
setelah mereka (exp: Al Awza’i, Sufyan Ats Tsauri, Sufyan bin ‘Uyainah, Ibnu
Jarir Ath Thabari, dll). Rahimahumullah lil jami’.
Tingkatan Kedua
Para fuqaha yang menyimpulkan hukum-hukum syariat dari
dalil-dalilnya yang terperinci. Namun secara umum mereka secara konsisten masih
berpegang pada dasar-dasar mazhab salah satu imam dari imam-imam mujtahid
(mutlaq). Meskipun dalam beberapa masalah furu’ atau rincian dalil kadangkala
mereka berbeda dengan imam mujtahidnya.
Para ulama menyebut para fuqaha pada tingkatan ini
dengan sebutan ‘Al Mujtahid Al Muntasib’, ‘Al Mufti Al Muntasib’, ‘Al Mujtahid
fi Al Mazhab’, 'Mujtahid Al Mazhab’, dan ‘Al Mujtahid Al Muqayyad’.
Para ulama yang berada pada tingkatan ini seperti; Abu
Yusuf, Muhammad bin Al Hasan Asy Syaibani, dan Zufar bin Al Huzail dari
kalangan Al Hanafiyyah. Ibnu Al Qasim, Ibnu Abd Al Hakam, Ibnu Wahb dan Asyhab
dari kalangan Al Malikiyyah. Az Za’farani, Al Muzani, Ibnu Al Mundzir, Ibnu
Juraiz, Muhammad bin Nashr Al Marwazi dan Ibnu Khuzaimah dari kalangan Asy
Syafi’iyyah. Shalih bin Ahmad bin Hanbal, Abu Bakar Al Khallal, Ibnu Taimiyyah,
Ibnu Qayyim, Al Qadhi Abu Ya’la, Ibnu Hamid, dan Al Qadhi Abu Ali bin Abi Musa
dari kalangan Al Hanabilah. Rahimahumullah lil jami’.
Tingkatan Ketiga
Para fuqaha yang menyimpulkan hukum-hukum syariat yang
bersifat amali dari dalil-dalilnya yang terperinci namun tidak ditemukan secara
nash dari imam-imam mujtahid sembari secara konsisten tetap mendasarkan
kesimpulan hukumnya kepada dasar-dasar yang telah ditetapkan imam-imam mazhab.
Selain itu merekapun melakukan ilhaq (menetapkan hukum
sesuai dengan hukum yang telah ada nashnya) atas sebuah masalah yang belum ada
nashnya kepada masalah yang telah ada nashnya dari imam-imam mujtahid. Para
ulama menyebut aktifitas ini dengan sebutan ‘At Takhrij ‘Ala Nash Al Imam’,
atau ‘Takhrij Al Furu’ ‘Ala Al Furu’’.
Para ulama menyebut para fuqaha pada tingkatan ini
dengan sebutan ‘Al Mukharrijun’ atau ‘Mukharrij Al Mazhab’.
Sedangkan kesamaan antara fuqaha tingkatan ini dengan
fuqaha tingkatan sebelumnya hanya dari sisi pengambilan dasar-dasar (ushul)
mazhab imam mujtahid.
Dan keduanya berbeda dari sisi hasil ijtihad imam
sebelumnya. Di mana ulama dari kalangan mujtahid muntasib berijtihad dalam
masalah-masalah yang diperbincangkan imam mujtahid mutlaq bahkan dalam beberapa
masalah, kesimpulan hukum yang mereka ambil dapat berbeda dengan imam mujtahid
mutlak demikian pula dari sisi pengambilan dalil.
Sedangkan fuqaha tingkatan ketiga berijtihad atas
permasalahan yang belum terdapat pendapat imam mujtahid di dalamnya. Sedangkan
dalam permasalahan yang telah ada pendapatnya dari imam mujtahid maka mereka
mencukupkan diri atas pendapat imam.
Para ulama yang berada pada tingkatan ini seperti;
Ahmad bin ‘Amr Al Khassaf, Abu Ja’far At Thahawy, Abu Al Hasan Al Karkhy, Syams
Al A’immah Al Hulwani, As Sarkhasi, Fakhr Al Islam Al Bazdawi, Fakruddin Qadhi
Khan, dan Al Hasan bin Ziyad dari kalangan Al Hanafiyyah. Muhammad bin Abdillah
Al Abhari, Ibnu Abi Zaid, dan Ibnu Abi Zamanain Muhammad bin Abdullah, dari kalangan
Al Malikiyyah. Al Marwazi, Abu Hamid Al Isfirayaini, dan Abu Ishak Asy Syairazi
dari kalangan Asy Syafi’iyyah, Ibnu Al Qadhi Abu Ya’la Asy Syahid Abu Al Hasan,
dan Abu Ya’la Ash Shaghir dari kalangan Al Hanabilah. Rahimahumullah lil jami’.
Tingkatan Keempat
Para fuqaha yang melakukan usaha tarjih (menguatkan
pendapat) imammazhab atas pendapat lain. Atau mentarjih salah satu pendapat
dari beragampendapat, riwayat, dan takhrij dalam satu mazhab. Berdasarkan
dasar-dasar yangtelah ditentukan oleh imam mujtahid. Namun mereka tidak
melakukan usahaistinbat hukum (furu’) yang tidak terdapat nashnya secara
langsung dari imammujtahid.
Para ulama menyebut para fuqaha pada tingkatan ini
dengan sebutan ‘MujtahidAt Tarjih’, ‘Mujtahid Al Futya’ atau ‘Mujtahid At Tanqih’.
Adapun para ulama yang berada pada tingkatan ini
antara lain; Ahmad binMuhammad Abu Al Husain Al Qaduri, Al Kasani, dan Al
Marghinani dari kalangan AlHanafiyyah. Muhammad bin Ali Al Marizi, Ibnu Rusyd,
Al Lakhmi, Ibnu Al ‘Araby,Al Qarafi, dan Asy Syatibi dari kalangan Al
Malikiyyah. Abu Hamid Al Ghazali,dan An Nawawy dari kalangan Asy Syafi’iyyah.
Ibnu Qudamah dari kalangan AlHanabilah. Rahimahumullah lil jami’.
Tingkatan kelima
Para fuqaha yang hanya melakukan usaha hifz al
mazhab/menghafal pendapat mazhab, menyampaikan, dan memberikan penjelasan
pendapat mazhab tersebut dalam kitab-kitab ‘al wadhihat’ dan ‘al musykilat’.
Sedangkan pada diri mereka terdapat ketidak mampuan dalam menetapkan dalil atau
melakukan qiyas (analogi) atas dalil tersebut. Sebagaimana mereka tidak mampu
melakukan tarjih di antara beragam pendapat dan riwayat dalam sebuah mazhab
atau antar mazhab.
Para ulama menyebut para fuqaha pada tingkatan ini
dengan sebutan ‘Al Muqallidun’.
Kesimpulan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari kelima
tingkatan fuqaha di atas, jika disebutkan kata ‘Al Mujtahidun’ maka masuk di
dalamnya empat tingkatan pertama. Sedangkan jika disebutkan kata ‘Al
Muqallidun’ maka ini merupakan tingkatan yang kelima.
Hanya saja yang membedakan empat tingkatan mujtahid di
atas adalah dari sisi usaha ijtihad yang dilakukan.
- Fuqaha tingkatan pertama adalah orang-orangyang berijtihad langsung tanpa terikat dengan dasar-dasar apapun dari ulama lainnya (langsung membaca dalil).
- Fuqaha tingkatan kedua, mereka berijtihad dalam masalah furu’ secara mutlak namun secara umum mereka terikat dengan ijtihad-ijtihad fuqaha tingkatan pertama dalam masalah ushul (dasar-dasar).
- Fuqaha tingkatan ketiga, meraka berijtihad di satu sisi tapi di sisi lain mereka melakukan taqlid; ijtihad mereka terkait dengan masalah furu’ yang belum ada nashnya secara langsung dari imam sedangkan masalah yang telah ada nash imam maka mereka menerima secara langsung.
- Fuqaha tingkatan keempat, pada dasarnya mereka adalah muqallid, hanya saja mereka melakukan ijtihad yang terikat dengan pendapat mazhab dari sisi tarjih antara beragam pendapat dalam mazhab.
- Dikutip dari kitab: Takhrij Al Furu’ ‘ala Al Ushul: DirasiahTarikhiyyah Manhajiyyah Tathbiqiyyah, karya: Utsman bin Muhammad Al Akhdhar Syausyan, h. 383-395.
Isnan Ansory, M. Ag
Peneliti dan Dosen di Rumah Fiqih Indonesia (RFI)
Jakarta
Rujukan kitab:
Al Ihkam li Al Amidi 4/164,
Shifat Al Fatwa 16,
Al Musawwadah 546,
Jam’u Al Jawami’ 2/425,
Al Bahr Al Muhith 6/205,
Ar Rad ‘Ala Man Akhlada ila Al Ardh 93,
Syarh Al Kawkab Al Munir 4/467,
Nasyr Al Bunud 2/12, 231,
Post a Comment for "Tingkatan Fuqaha Islam dalam Khasanah Ilmu Fikih"