Lulusan PUTM Jadi Akademisi?
“Suatu yang juga menjadi momok menakutkan adalah tidak hanya kuantitas kader ulama yang dibutuhkan. Akan tetapi juga kualitas yang prima dan unggul. Dalam bahasa lebih familiar adalah kader yang militan”.
Sekitar
8.600-an adalah angka yang mengejutkan ketika melihat Muhammadiyah sebagai
ormas Islam. Namun ketika melihat kenyataan itu, di sisi lain kita harus tahu
diri dan introspeksi juga. Pasalnya, jumlah angka tersebut sungguh sangat
memilukan ketika melihat kenyataan bahwa ulama di Muhammadiyah ternyata jauh
lebih sedikit ketimbang cabang-cabang yang berdiri di bawah naungan
Muhammadiyah.
Idealnya
satu cabang tersebut ada satu ulama yang mengisi kekosongan ulama. Sehingga
8.600-an cabang yang ada di seluruh pelosok nusantara tersebut terpenuhi oleh
ulama. Salah satu reaksi atas keprihatinan ini adalah dibentuknya lembaga
pengkaderan ulama di ormas Muhammadiyah. PP Muhammadiyah mengintruksikan bahwa
setiap perguruan tinggi Muhammadiyah seharusnya mendirikan lembaga pengkaderan
ulama dalam rangka memenuhi 8.600-an cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia.
Di
Jogja sendiri sudah berdiri lembaga pengkaderan ulama Muhammadiyah yang
dibawahi langsung oleh PP Muhammadiyah dengan bekerjasama antar amal usaha
Muhammadiyah di Jogjakarta. Lembaga tersebut bernama Pendidikan Ulama Tarjih
Muhammadiyah disingkat PUTM. Dari beberapa info terkini, keberadaan lembaga
pengkaderan ulama yang ada sudah ada beberapa, di antaranya di Jogjakarta
dengan PUTM Jogja, PUTM UAD Jogja, PUTM Makassar, Pendidikan Kader Ulama
Muhammadiyah Sumatra Barat yang bertempat di masjid at-Taqwa.
Dari
amanat tanwir tahun 2010 dinyatakan bahwa setiap perguran tinggi Muhammadiyah
harus mendirikan lembaga pengkaderan ulama. Namun sampai saat ini belum semua
perguruan tinggi Muhammadiyah yang ada menerapkan amanat sidang tanwir
tersebut. Entah dengan alasan tidak ada biaya, kekurangan SDM dan tempat, belum
ada sistem atau alasan-alasan lainnya. Namun perlahan tapi pasti insyaAllah
PUTM-PUTM akan berdiri di tahun-tahun mendatang, insyaAllah.
PUTM
Sekarang Realitas Kemajuan atau Kemunduran?
Dahulu
PUTM adalah lembaga pengkaderan ulama yang independen dan mandiri dengan
mengambil dana dari para agniya-agniya yang ada di jogjakarta dan sekitarnya. Dengan
kemandirian tersebut, PUTM bisa mencukupi tholabah yang belajar di sana.
Akan
tetapi mulai tahun 2005-2009 berdasarkan hasil keputusan sidang pleno PP.
Muhammadiyah, Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) dijadikan lembaga
pendidikan untuk pengkaderan tarjih yang berijazah formal. Pada saat itulah mulai
ada perubahan-perubahan secara bertahap sejak adanya kerja sama dengan lembaga lain. Misalnya
MoU yang dilakukan oleh PUTM dengan UMY dan UAD. Sedikit banyak mata kuliah
yang dulunya hampir full arab semua sekarang hanya tinggal beberapa.
Mata
kuliah yang ada pada saat itu tidak muluk-muluk dan tidak bermacam-macam
seperti sekarang. Mulai dari ilmu alat nahwu-shorof, ushul fikih, fikih,
tafsir, perbandingan madzhab dan lain-lain dikaji di PUTM. Berbeda dengan PUTM
sekarang yang mata kuliahnya seambrek penuh dan mata kuliah arab yang agak
sedikit tergeser dan terkurangi porsinya.
Saya tidak tahu apa perbedaan antara PUTM yang dulu sama yang sekarang.
Akan tetapi keadaanlah yang menilai perbedaan itu. Masyarakatlah yang mengetahui itu. Misalnya saja dilihat dari segi mentalitas. Ada
almuni PUTM ketika akan diutus ke daerah yang membutuhkan SDM
mereka menolak dengan berbagai alasan. Entah terlalu jauh, merasa belum siap
secara keilmuan, merasa jauh dari peradaban atau alasan yang sering muncul lagi
dalam proses menyelesaikan studi S2, S3 dll.
Mengutib
nasehat atau mungkin sindiran salah seorang guru mualllimin yang pernah saya temui bahwa “terkadang
jawaban itulah kualitas mental kita” dan kualitas mentalitas kita bisa dilihat
dari ucapannya. Tak jarang banyaknya penolakan sejatinya adalah indikasi dari
sebuah penolakan. Alasan-alasan yang ada semoga tidak benar-benar indikasi dari
sebuah penolakan untuk ditugaskan ke daerah-daerah yang membutuhkan. Jika
berbagai alasan tersebut adalah benar indikasi penolakan maka sebenarnya telah
gagal PUTM dalam dirinya dan menunjukkan kualitas mentalnya.
Tersindir? tentu saja. Apalagi saat itu saya juga menjawab dari salah satu jawaban di atas. Tentu sangat makjleb dan menghujam langsung ke jantung rasanya. Melihat kondisi yang demikian adanya, tak bisa berkutik apa-apa dan tak bisa mengelak kenyataan. Kadang saya mempertanyakan dalam diri saya, apakah saya saja yang merasakan seperti itu ataukah yang lain juga seperti itu?. Persoalan ini sejatinya tidak harus disikapi hanya sebagai sebuah sindiran namun juga sebagai cambuk lecutan untuk selalu memantaskan diri. Walaupun tidak kepada seluruh ummat, setidaknya kepada diri sendiri, keluarga, masyarakat kecil disekitar kita.
*Saya hanya mengutip pernyataan seberapa masyarakat dan ini adalah isi perbincangan saya dengan salah seorang aktivis muhammadiyah di Jogja..
Tersindir? tentu saja. Apalagi saat itu saya juga menjawab dari salah satu jawaban di atas. Tentu sangat makjleb dan menghujam langsung ke jantung rasanya. Melihat kondisi yang demikian adanya, tak bisa berkutik apa-apa dan tak bisa mengelak kenyataan. Kadang saya mempertanyakan dalam diri saya, apakah saya saja yang merasakan seperti itu ataukah yang lain juga seperti itu?. Persoalan ini sejatinya tidak harus disikapi hanya sebagai sebuah sindiran namun juga sebagai cambuk lecutan untuk selalu memantaskan diri. Walaupun tidak kepada seluruh ummat, setidaknya kepada diri sendiri, keluarga, masyarakat kecil disekitar kita.
*Saya hanya mengutip pernyataan seberapa masyarakat dan ini adalah isi perbincangan saya dengan salah seorang aktivis muhammadiyah di Jogja..
Post a Comment for "Lulusan PUTM Jadi Akademisi?"