Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sang Pejuang, Sepenggal Kisah Perjuangan Dakwah

Sekitar jam 13.00 wib kami datang ke daerah ini. Daerah yang sama sekali belum pernah kami temui. Hanya berbekal keyakinan. Kami yakin kami bisa. Kami yakin kami mampu. Mampu mewujudkan cita-cita sebagai kader persyarikatan Muhammadiyah. Dengan niat ikhlas semata-mata mencari ridha Allah SWT. Sebagai kader Mubaligh Hijrah tahun ini.
 “Selamat datang di sini akhi”, Kata Pak Ali menyambut rombongan kami di Masjid sekolahan. Beliau adalah salah seorang pelopor perjuangan persyarikatan di sini. Pernah menjabat sebagai ketua pemuda tingkat daerah, ayahnya dan istri beliau pernah menjadi ketua PDM dan Ketua NA di daerah sini.

“Bagaimana perjalan kesini, asik kan?” tanya Pak Ali membuka percakapan.
“Haha,,iya, asyik sambil ditemani dengan penumpang yang pada mabuk perjalanan”, jawab Ustadz Ghofar sambil bercanda dengan ketawa khasnya. Saat itu memang teman kami ada yang mabuk dan kelelahan karna perjalanan jauh.

“Saya sudah menunggu dari tadi kedatangan antum-antum semua. Kader-kader perjuangan. Saya tidak menyangka Ustadz Ghofar benar-benar akan mengirim para kadernya ke sini. Awalnya saya cuma SMS-an sama beliau, ternyata SMS saya itu ditanggapi dengan serius. Saya sangat berterima kasih atas kedatangannya.” Papar Pak Ali kepada para rombongan.

“Moggo silahkan istirahat sejenak sambil menunggu minum dan makanannya.” Setelah istirahat sejenak akhirnya rombongan memutuskan untuk pulang duluan setelah menitipkan kami bertiga di daerah ini. Tepatnya di sebuah gedung yang terlihat baru dibangun. Pasalnya memang masih terlihat puing-puing sisa bangunan yang berserakan. Sebenarnya bangunan ini bukanlah bangunan baru. Ini adalah bangunan lama yang diperbaharui, direnovasi ulang dengan gaya yang sedikit berbeda. Bangunan ini diberi nama dengan MBS (Muhammadiyah Boarding School) setelah kemarin di resmikan oleh salah seorang ketua PP Muhammadiyah.

Tempat ini akan menjadi titik awal kami bertiga mengarungi samudra Ramadhan tahun ini. Di sebuah gedung lama yang baru selesai di renovasi, MBS. Bersama-sama dengan salah seorang pengurus yang juga baru pindah ke sini. Namanya Pak Irham, entah siapa nama lengkapnya, yang pasti kami hanya mengenalnya dengan nama itu. Simpel, sesimpel hidup beliau. 

Beliau baru pindah ke sini dua hari sebelum kami datang kesini. Walaupun beliau sudah lama tahu tentang daerah ini, namun untuk tinggal dan menetap di sini itu adalah hal baru. Sebagai penduduk baru dan pengurus bangunan yang kelak menjadi sekolah terkenal, insyaallah. Begitu keyakinan beliau.

Pak Irham adalah seorang guru. Beliau pindah ke sini hanya dengan bekal keyakinan dan keberanian yang tertanam dengan kuat di hatinya. Sambil memboyong keluarganya menempati tempat ini. 

Suatu sore saya ngobrol-ngobrol di serambi masjid dengan pak Irham. Saya bertanya-tanya dan penasaran perihal bangunan ini. “Pak Irham, kenapa gudung ini bisa diserahkan kepada Muhammadiyah?”.

“ooh, dulu gedung ini adalah milik perorangan, namanya pak Ihsan. Dulunya gedung ini adalah panti asuhan. Kemudian dikembangkan menjadi sekolahan. Akan tetapi setelah Pak Ihsan meninggal, keturunannya tidak bisa melanjutkannya dengan baik. Akhirnya atas keputusan keluarga, tanah dan bangunan ini di serahkan ke persyarikatan Muhammadiyah tiga tahun yang lalu.”

“Lhoh, sudah diserahkan ke Muhammadiyah tiga tahun yang lalu. Tapi kok baru sekarang digunakan?.” Tanya saya memburu jawaban.

Itulah mas, PDM-nya masih tarik ulur. Sudah rapat beberapa kali, tapi belum tahu mau dibuat apa gedung ini. Akhirnya tahun ini baru di putuskan mau di buat MBS.
“Kenapa Pak Irham mau tinggal di sini, kan di sini sepi dan kultur budayanya juga jauh berbeda?” 

“haha,,sudah saya kira sampean bakal tanya itu. ya itulah Mas, yang namanya perjuangan itu memang ndak mudah mas. Buanyak sekali halangannya. Ada-ada aja alasannya, entah itu jauh dari tempat kerjalah, tempatnya sepilah, jauh dari keluargalah. Walhasil ndak ada yang mau tinggal di sini.”, begitu tutur beliau menasehati bijak. 

Sebenarnya Mas, kalau mau jujur, saya ndak tinggal di sini pun bisa. Sebelum tinggal disini, saya sudah punya rumah dan pekerjaan tetap sebagai guru PNS. Ibunya juga sudah ada kerjaan di sana. Tutur pak Irham menjelaskan.

“Saya ndak ingin cari uang, reputasi ataupun jabatan di sini. Yang saya inginkan hanya berjuang. Mungkin inilah cara syukur yang paling baik bagi saya. Syukur itu kan ndak hanya mengucapkan alhamdulillah di lisan saja ta, tapi kan juga harus di buktikan dengan amal, betul ta mas, katanya di ceramah-ceramah kan seperti itu. Beramal untuk bekal kehidupan akhirat. Selagi saya masih mampu, kenapa tidak. Kan seperti itu ta Mas”.

Luar biasa Pak Irham ini, andai ada ribuan atau ratusan saja orang yang seperti ini di dunia pasti dunia ini akan tentram dan damai, bisik saya dalam hati. 

Sambil mengingat-ingat masa lalu, pak Irham menceritakan. Dulu saya pernah punya les Privat bahasa inggris di rumah dan alhamdulillah tergolong sukses besar. Muridnya sampai seratusan lebih. Bahkan kalau di hitung-hitung gaji dari les itu melebihi gaji saya sebagai guru di sekolahan. Namun saya tinggalkan karena saya mulai sibuk di sekolahan. Takutnya ndak bisa mengurusi secara maksimal karna kesibukan sehingga jadinya ndak berkah. 

Pak Irham melanjutkan ceritanya. Tau ndak mas, bangunan ini itu sudah di wakafkan ke Muhammadiyah sudah luama sekali. Sejak 3 tahun yang lalu. Tapi ya gitu mas, ndak ada yang mau ngurus. Selama 3 tahun itu bangunan ini vakum ndak digunakan. Kan eman-eman ta Mas. Masak bangunan sebesar ini ndak dimanfaatkan dengan baik. 

“Memang PDM-nya ndak tahu apa ya Pak?”, tanya saya. PDM memang sudah rapat beberapa kali, tapi ya itu. Masih tarik ulur ndak jelas. Akhirnya karena ndak ada yang berani mengurus gedung ini. Ya sudah, demi perjuangan saya sampaikan tekad saya untuk berani menempatinya. Akhirnya jadilah gedung ini, MBS (Muhammadiyah Boarding School)”, tutur Pak Irham panjang lebar.

“lha anak-anak Pak Irham gimana sekolahnya kalau njenegan pindah ke sini?”. Tanya saya.
“Ooh, kalau anak saya yang besar sudah lulus SMA, sekarang mau ngelanjutkan di UNAIR surabaya Mas. Ini juga mungkin pertolongan dari Allah, lebih dekat dan biaya transportasinya murah meriah. Naik keretanya cuma 2 ribu rupiah, Haha”, tutur pak Irham dengan semangat.

Saya yakin, kalau kita mau menolong agama Allah pasti Allah akan menolong kita. Saya kalau untuk berjuang ndak akan eman-eman sama harta. Karena saya yakin betul sama pertolongan Allah. Seperti kalau saya mau pergi bawa mobil, saya ndak pernah pakai uang kantor, ya saya pakai uang sendiri. Itung-itung biar berkah. Biar sekolahnya cepat berkembang. “Luar biasa”, bisik saya dalam hati.

Lha iya pak, memang seperti itulah. “In tanshurullaha yansurkum”. Jika kalian mau menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolong kalian. Allah itu tidak akan pernah melanggar janjinya.” Jawabku menimpali.

“Kalau yang kecil sekarang baru kelas 5 dasar. Rencananya anak saya yang kecil mau saya pindahkan sekolahnya di dekat sini saja biar dekat. Selain itu juga supaya bisa berinteraksi dengan baik dengan masyarakat sekitar sini. Buktinya hanya beberapa hari anak saya sudah uakrap sekali sama teman-temannya”.

Saat itu saya jadi berfikir bahwa Allah hanya memilih orang-orang spesial yang bisa meraih kesuksesan. Sebab meskipun sebuah kesuksesan itu indah, namun kesuksesan itu identik dengan perjuangan. Artinya, untuk meraihnya kita harus berjuang. Kita tidak mungkin bisa mecapainya tanpa perjuangan.

Bahkan, bisa jadi perjuangannya begitu melelahkan dan begitu panjang. Jalan berliku, terjal, dan batu sandungan ada di mana-mana. Ada yang hanya mampu berjalan separuh, ada yang melihat medannya saja sudah loyo. Memang tidak mudah, hanya orang-orang tertentu yang pantas mendapatkannya.

Semoga cerita yang singkat ini bisa menginspirasi saudara-saudara untuk bisa berjuang dengan ikhlas. Berdakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan membesarkan persyarikatan dengan penuh perjuangan. Sesuai dengan pesan KH. Ahmad Dahlan, hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.

*Ziyadul Muttaqin, Freedom Writer in ziyad.web.id

Post a Comment for "Sang Pejuang, Sepenggal Kisah Perjuangan Dakwah"