Menyikapi Fitnah Ala Rasulullah SAW
Menyikapi Fitnah al Rasulullah SAW |
Tidak ada orang yang suka difitnah dan dijelek-jelekkan. Kabar fitnah tidak memandang orang, suku atau bangsa sekalipun. Bahkan keluarga Rasulullah pun pernah mendapat cobaan berupa fitnah. Dalam sebuah riwayat hadis disebutkan bahwa ketika itu kota Madinah gempar dengan kasak-kusuk dari mulut ke mulut, dari rumah ke rumah dan lain sebagainya. Di kalangan masyarakat Madinah terdengar kabar burung bahwa Aisyah istri Rasulullah SAW berbuat serong.
Aisyah menceritakan bahwa kabar itu bermula ketika Ia ketinggalan rombongan setelah selesai peperangan dengan Bani Musthaliq. Ketika itu Aisyah pergi mencari kalungnya yang hilang, setelah ketemu Ia segera kembali dan alangkah terkejutnya ketika Ia melihat rombongan telah pergi meninggalkannya. Akhirnya Ia memutuskan untuk tetap menunggu di tempatnya semula karena Ia fikir bila rombongan tidak menemukannya tentu mereka akan kembali mencarinya.
Ketika Aisyah duduk menunggu rombongan kembali di tempat itu, Ia mengantuk dan tertidur. Kebetulan Shafwan bin Mu’aththal as-Sulami Zakwani yang berjalan di belakang pasukan sampai di tempat Aisyah menunggu. Dia segera menyuruh untanya merunduk dan Aisyah dipersilahkan untuk menaiki kendaraan itu. Sedangkan Shafwan sendiri berjalan kaki menuntun unta sampai dapat menyusul pasukan yang di depannya. Singkat cerita, setelah peristiwa tersebut di Madinah tersebar isu bahwa Aisyah Ummul Mukminin telah berselingkuh.
Rasulullah SAW sebagai orang yang paling bijaksana tidak lantas terperdaya dengan desas-desus yang beredar di masyarakat. Dalam menyikapi fitnah itu Rasulullah SAW mengambil sikap bijaksana dan tidak terprofokasi oleh fitnah yang begitu menusuk tersebut. Lalu, apa yang dilakukan Nabi SAW mengatasi fitnah ini? Lembaran sejarah mengajarkan kepada kita, bagaimana beliau memberantas fenomena ini sampai ke akarnya. Sebuah sikap yang sangat perlu diteladani oleh kaum Muslimin dalam menyikapi semacam ini.
Pertama, melakukan konfirmasi dan klarifikasi. Beliau memanggil sahabat Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid sebagai kerabat dekat untuk dimintai pertimbangan dan konfirmasi tanpa langsung membuat keputusan sepihak.
Kedua, dalam menanggulangi merebaknya fitnah ini, Rasulullah SAW menyibukkan diri dengan para sahabat dari membicarakan fitnah itu. Sebab, masyarakat yang tidak sibuk, biasanya tadak ada yang mereka bicarakan selain fitnah dan gosip. Apabila mereka sibuk dapat dipastikan tidak akan terjadi fitnah atau minimal mengurangi fitnah menyebar pesat.
Ketiga, bersabar. Beliau sangat sabar dalam menyikapi kabar bohong tersebut. Hal ini dapat diamati dari perilaku Rasulullah yang tidak terprofokasi dan selalu bersikap baik kepada Aisyah meskipun mendengar kabar tersebut. Peristiwa ini juga sekaligus ujian bagi kaum muslimin yang benar-benar beriman untuk mengetahui sejauh mana tingkat keimanannya.
Allah SWT yang Maha Mengetahui berfirman setelah orang-orang beriman terombang-ambing dalam musibah dari peristiwa ini selama hampir lima puluh hari. Akhirnya Allah SWT membersihkan ibunda Aisyah ra dari tuduhan tersebut. “…..janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu,…” (QS an-Nur: 11). Wallahua’lam.
Tulisan ini pernah dikirim ke harian republika pada kolom Hikmah Republika tahun 2014
Aisyah menceritakan bahwa kabar itu bermula ketika Ia ketinggalan rombongan setelah selesai peperangan dengan Bani Musthaliq. Ketika itu Aisyah pergi mencari kalungnya yang hilang, setelah ketemu Ia segera kembali dan alangkah terkejutnya ketika Ia melihat rombongan telah pergi meninggalkannya. Akhirnya Ia memutuskan untuk tetap menunggu di tempatnya semula karena Ia fikir bila rombongan tidak menemukannya tentu mereka akan kembali mencarinya.
Ketika Aisyah duduk menunggu rombongan kembali di tempat itu, Ia mengantuk dan tertidur. Kebetulan Shafwan bin Mu’aththal as-Sulami Zakwani yang berjalan di belakang pasukan sampai di tempat Aisyah menunggu. Dia segera menyuruh untanya merunduk dan Aisyah dipersilahkan untuk menaiki kendaraan itu. Sedangkan Shafwan sendiri berjalan kaki menuntun unta sampai dapat menyusul pasukan yang di depannya. Singkat cerita, setelah peristiwa tersebut di Madinah tersebar isu bahwa Aisyah Ummul Mukminin telah berselingkuh.
Rasulullah SAW sebagai orang yang paling bijaksana tidak lantas terperdaya dengan desas-desus yang beredar di masyarakat. Dalam menyikapi fitnah itu Rasulullah SAW mengambil sikap bijaksana dan tidak terprofokasi oleh fitnah yang begitu menusuk tersebut. Lalu, apa yang dilakukan Nabi SAW mengatasi fitnah ini? Lembaran sejarah mengajarkan kepada kita, bagaimana beliau memberantas fenomena ini sampai ke akarnya. Sebuah sikap yang sangat perlu diteladani oleh kaum Muslimin dalam menyikapi semacam ini.
Pertama, melakukan konfirmasi dan klarifikasi. Beliau memanggil sahabat Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid sebagai kerabat dekat untuk dimintai pertimbangan dan konfirmasi tanpa langsung membuat keputusan sepihak.
Kedua, dalam menanggulangi merebaknya fitnah ini, Rasulullah SAW menyibukkan diri dengan para sahabat dari membicarakan fitnah itu. Sebab, masyarakat yang tidak sibuk, biasanya tadak ada yang mereka bicarakan selain fitnah dan gosip. Apabila mereka sibuk dapat dipastikan tidak akan terjadi fitnah atau minimal mengurangi fitnah menyebar pesat.
Ketiga, bersabar. Beliau sangat sabar dalam menyikapi kabar bohong tersebut. Hal ini dapat diamati dari perilaku Rasulullah yang tidak terprofokasi dan selalu bersikap baik kepada Aisyah meskipun mendengar kabar tersebut. Peristiwa ini juga sekaligus ujian bagi kaum muslimin yang benar-benar beriman untuk mengetahui sejauh mana tingkat keimanannya.
Allah SWT yang Maha Mengetahui berfirman setelah orang-orang beriman terombang-ambing dalam musibah dari peristiwa ini selama hampir lima puluh hari. Akhirnya Allah SWT membersihkan ibunda Aisyah ra dari tuduhan tersebut. “…..janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu,…” (QS an-Nur: 11). Wallahua’lam.
Tulisan ini pernah dikirim ke harian republika pada kolom Hikmah Republika tahun 2014
Post a Comment for "Menyikapi Fitnah Ala Rasulullah SAW"