Ada Tetesan Setelah Tetesan Terakhir.
Tetesan Terakhir |
Pasar malam dibuka di sebuah kota .Penduduk
menyambutnya dengan gembira. Berbagai macam permainan, stand makanan dan
pertunjukan diadakan. Salah satu yang paling istimewa adalah atraksi manusia
kuat.
Begitu banyak orang setiap malam menyaksikan
unjuk kekuatan otot manusia kuat ini.
Manusia kuat ini mampu melengkungkan baja tebal
hanya dengan tangan telanjang. Tinjunya dapat menghancurkan batu bata tebal
hingga berkeping-keping.
Ia mengalahkan semua pria di kota itu dalam lomba
panco. Namun setiap kali menutup pertunjukkannya ia hanya memeras sebuah jeruk
dengan genggamannya. Ia memeras jeruk tersebut hingga ke tetes terakhir.
‘Hingga tetes terakhir’, pikirnya.
Manusia kuat lalu menantang para penonton:
‘Hadiah yang besar kami sediakan kepada barang siapa yang bisa memeras hingga
keluar satu tetes saja air jeruk dari buah jeruk ini!’
Kemudian naiklah seorang lelaki, seorang yang
atletis, ke atas panggung. Tangannya kekar. Ia memeras dan memeras… dan menekan
sisa jeruk… tapi tak setetespun air jeruk keluar. Sepertinya seluruh isi jeruk
itu sudah terperas habis. Ia gagal. Beberapa pria kuat lainnya turut mencoba,
tapi tak ada yang berhasil. Manusia kuat itu tersenyum-senyum sambil berkata :
‘Aku berikan satu kesempatan terakhir, siapa yang mau mencoba?’
Seorang wanita kurus setengah baya mengacungkan
tangan dan meminta agar ia boleh mencoba. ‘Tentu saja boleh nyonya. Mari naik
ke panggung.’ Walau dibayangi kegelian di hatinya, manusia kuat itu membimbing
wanita itu naik ke atas pentas. Beberapa orang tergelak-gelak mengolok-olok
wanita itu. Pria kuat lainnya saja gagal meneteskan setetes air dari potongan
jeruk itu apalagi ibu kurus tua ini. Itulah yang ada di pikiran penonton.
Wanita itu lalu mengambil jeruk dan
menggenggamnya. Semakin banyak penonton yang menertawakannya. Lalu wanita itu
mencoba memegang sisa jeruk itu dengan penuh konsentrasi. Ia memegang sebelah
pinggirnya, mengarahkan ampas jeruk ke arah tengah, demikian terus ia ulangi
dengan sisi jeruk yang lain. Ia terus menekan serta memijit jeruk itu, hingga
akhirnya memeras… dan ‘ting!’ setetes air jeruk muncul terperas dan jatuh di
atas meja panggung.
Penonton terdiam terperangah. Lalu cemoohan
segera berubah menjadi tepuk tangan riuh.
Manusia kuat lalu memeluk wanita kurus itu,
katanya, ‘Nyonya, aku sudah melakukan pertunjukkan semacam ini ratusan kali.
Dan, banyak orang pernah mencobanya agar bisa membawa pulang hadiah uang yang
aku tawarkan, tapi mereka semua gagal. Hanya Anda satu-satunya yang berhasil
memenangkan hadiah itu.
Boleh aku tahu, bagaimana Anda bisa melakukan hal
itu?’
‘Begini,’ jawab wanita itu, ‘Aku adalah seorang
janda yang ditinggal mati suamiku. Aku harus bekerja keras untuk mencari nafkah
bagi hidup kelima anakku.
Jika engkau memiliki tanggungan beban seperti
itu, engkau akan mengetahui bahwa selalu ada tetesan air walau itu di padang
gurun sekalipun. Engkau juga akan mengetahui jalan untuk menemukan tetesan itu.
Jika hanya memeras setetes air jeruk dari ampas yang engkau buat, bukanlah hal
yang sulit bagiku’.
Selalu ada tetesan setelah tetesan terakhir. Aku
telah ratusan kali mengalami jalan buntu untuk semua masalah serta kebutuhan
yang keluargaku perlukan.
Namun hingga saat ini aku selalu menerima tetes
berkat untuk hidup keluargaku. Aku percaya Tuhanku hidup dan aku percaya
tetesan berkat-Nya tidak pernah kering, walau mata jasmaniku melihat semuanya
telah kering. Aku punya alasan untuk menerima jalan keluar dari masalahku. Saat
aku mencari, aku menerimanya karena ada pribadi yang mengasihiku.
‘Bila Anda memiliki alasan yang cukup kuat, Anda
akan menemukan jalannya’, demikian kata seorang bijak.
Seringkali kita tak kuat melakukan sesuatu karena
tak memiliki alasan yang cukup kuat untuk menerima hal tersebut. (Bits
& Pieces, The Economics Press)
Post a Comment for "Ada Tetesan Setelah Tetesan Terakhir."