Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pentingnya Belajar Fikih Wanita Sejak Dini

Setiap cabang ilmu tidak lah disusun dan dipelajari kecuali ada kepentingan dan urgensinya. Namun, jika boleh bertanya: Mengapa kita butuh ilmu fiqih wanita secara khusus? Bukankah Allah SWT menciptakan laki-laki dan wanita dalam kedudukan yang sama dan sederajat? Mengapa harus dibeda-bedakan antara fiqih secara umum dan fiqih wanita secara khusus? Lalu hal-hal apa saja yang bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk membahas ilmu fiqih wanita secara khusus.

Ada begitu banyak alasan dan latar belakang mengapa kita membutuhkan kajian khusus ilmu fiqih wanita. Di antaranya karena Allah SWT tidak hanya menciptakan laki-laki tetapi juga menciptakan wanita dan disebutkan secara khusus dan tersendiri. Juga karena Allah SWT menciptakan wanita berbeda dengan laki-laki, baik secara fisik dan psikis. Dan pada akhirnya hukum-hukum yang Allah SWT turunkan juga banyak yang berbeda antara wanita dan laki-laki.

Mari kita bedah satu persatu alasan-alasannya berikut ini :

1. Al-Quran Banyak Sekali Bicara Tentang Wanita
Al-Quran yang merupakan kitab samawi terakhir dan menjadi mukjizat terbesar bagi Rasulullah SAW banyak sekali mengangkat masalah wanita. Hal itu bisa dengan mudah kita ketahui lewat nama-nama surat di dalamnya, dimana nama-nama surat biasanya mencerminkan perkara-perkara penting di dalam suatu surat.

Di antara surat-surat itu adalah Surat An-Nisa', Maryam, An-Nur, Saba', Al-Hujurat, Al-Mujadalah, Al-Mumtahanah, At-Thalaq, dan At-Thahrim.

a. Surat An-Nisa'
Surah ini letaknya pada urutan keempat setelah Surat Al-Fatihah, Al-Baqarah dan Ali Imran. Di dalam surat yang berjumlah 176 ayat ini Allah SWT banyak mengupas masalah-masalah fiqih yang terkait dengan wanita. Setidaknya ada sepuluh tema terkait wanita di dalam surat ini, yaitu :
  • Penetapan bolehnya laki-laki menikahi empat orang wanita sekaligus adanya di dalam surat ini (ayat 3).
  • Kewajiban suami untuk memberikan mas kawin alias mahar juga di surat ini (ayat 4).
  • Menikahkan anak wanita yang sudah siap menikah (ayat 6).
  • Islam memberikan hak kepada wanita harta warisan (ayat 11-12).
  • Kasus istri yang selingkuh dan berzina juga dibahas di surat ini (ayat 15).
  • Siapa saja wanita yang haram untuk dinikahi juga ada di dalam surat ini (ayat 22-23)
  • Bila laki-laki tidak mampu menikahi wanita yang maharnya tinggi, maka silahkan menurunkan kriterianya dengan menikahi wanita yang maharnya lebih rendah (ayat 25).
  • Suami menjadi pemimpin wanita di dalam urusan domestik (ayat 34).
  • Meminta fatwa tentang wanita (ayat 127).
  • Masalah wanita yang nusyuz dari suaminya (ayat 128).

b. Surat Maryam
Selain itu juga ada surat Maryam yang berkisah tentang peran seorang ibunda Nabi Isa alaihissalam. Kisah bagaimana kesulitannya melahirkan anak yang atas kehendak Allah SWT tidak ada ayahnya dan cacian serta makian dari masyarakat sekitarnya. Kisah ini sekaligus juga memberikan peran besar kepada seorang wanita dalam agama Islam, salah satunya dalam hal menjaga kehormatan dan kemuliaan diri.

c. Surat An-Nur

Meski nama surat ini tidak ada kaitannya dengan urusan wanita, namun ketika kita mendalami ayat-ayat di dalamnya, kita akan menemukan banyak perkara yang terkait dengan masalah wanita.
  • Perkara wanita yang berzina dengan laki-laki yang bukan suaminya serta bagaimana hukumannya (ayat 2-10).
  • Kisah tentang fitnah dan tuduhan perselingkuhan yang dilakukan istri Rasulullah SAW Aisyah radhiyallahuanha yang disebarkan oleh orang munafiqin Madinah (ayat 11-20).
  • Hukuman bagi orang yang menuduh wanita baik-baik dengan tuduhan zina (ayat 23-26).
  • Kewajiban wanita menutup aurat kepada laki-laki yang bukan mahram, serta siapa sajakah mereka (ayat 31).
  • Kewajiban minta izin masuk ke kamar suami istri dalam tiga waktu (ayat 58).
d. Surat Al-Hujurat

Makna Al-Hujurat adalah kamar-kamar. Maksudnya adalah kamar-kamar yang dihuni oleh para istri Rasulullah SAW. Meski ayat ini tidak membahas secara langsung tentang masalah wanita, namun penggunaan istilah hujurat yang berarti kamar-kamar para istri Nabi terkait dengan ganggungan para shahabat ketika Nabi SAW sedang berada di kamar para istrinya.

Dan ini menjadi persoalan penting dalam adab bersama Rasulullah SAW ketika beliau sedang berada di dalam kamar.

e. Surat Al-Mujadalah

Inti surat ini menceritakan adanya wanita yang melakukan perdebatan atau dialog dengan Rasulullah SAW terkait dengan hak-haknya yang diambil oleh suaminya dengan cara dsiihar. Wanita itu adalah Khaulah binti Tsa'labah yang mengadukan nasibnya kepada Allah SWT lalu dari langit yang tujuh Allah SWT menjawab pengaduannya.

f. Surat Al-Mumtahanah

Surat ini bicara tentang kisah Rasulullah SAW bersama para istri beliau dalam lika-liku rumah tangganya. Salah satunya ketika Rasulllah SAW menguji para istrinya itu.

g. At-Thalaq

Surat ini bicara tentang talak, yaitu pemutusan hubungan ikatan pernikahan antara suami dan istri. Surat ini juga menjelaskan ketentuan-ketenuan bagi wanita yang menjalankan masa iddah pasca terjadinya perceraian atau kematian suaminya.

h. At-Thahrim

Surat ini bicara tentang sikap Rasulullah SAW ketika mengharamkan dirinya bagi istri-istrinya, yang kemudian ditegur oleh Allah.

2. Karena Allah SWT Tidak Hanya Menciptakan Laki-laki Tetapi Juga Menciptakan Wanita
Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
(QS. An-Nisa : 1)

Kita mendapatkan sebuah penekanan tersendiri dari ayat ini atas keberadaan, jati diri dan eksistensi para wanita. Allah SWT secara khusus menyebutkan adanya para wanita dengan disebutkannya laki-laki dan perempuan yang banyak.

Walaupun asal muasalnya Allah hanya menciptakan satu orang saja, yang dalam hal ini maksudnya adalah Nabi Adam alaihissalam yang nota bene adalah laki-laki, namun dari satu orang laki-laki ini Allah kemudian menciptakan banyak laki-laki dan perempuan.

Maka penyebutan wanita secara khusus di awal penciptaan ini telah memberikan isyarat yang kuat tentang keberadaan para wanita, yang secara khusus mereka ada. Keberadaan yang khusus dan tidak bisa diabaikan begitu saja. Dan untuk itu kita butuh kajian khusus tentang ilmu fiqih wanita.

3. Karena Allah SWT Menciptakan Wanita Dengan Laki-laki Berbeda


Banyak kalangan yang berpandangan bahwa laki-laki dan perempuan itu sama saja. Padahal dalam kenyataannya, baik laki-laki ataupun perempuan Allah ciptakan dengan segala perbedaan dan keunikannya. Intinya jelas dan pasti, bahwa laki-laki dan perempuan itu tidak sama. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالأُنثَى
Dan laki-laki tidaklah seperti perempuan. (QS. Ali Imran : 36)

Bahkan dalam hal pembagian harta warisan, Allah SWT menetapkan bahwa bagian yang diterima anak laki-laki setara dengan bagian dari dua anak perempuan.

يُوصِيكُمُ اللّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ

Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Bagian untuk anak lelaki sama dengan dua bagian untuk anak perempuan. (QS. An-Nisa : 11)

Maka kajian khusus terkait dengan ilmu fiqih wanita adalah hal yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya.

4. Secara Fisik Wanita Berbeda Dengan Laki-laki

Dalam kenyataannya Allah SWT memang menciptakan wanita berbeda dengan laki-laki.  Sejak kelahirannya pertama kali di dunia ini, bahkan sejak masih di dalam kandungan ibu, Allah SWT sudah menciptakan janin bayi yang secara biologis berbeda antara janin laki-laki dan janin wanita.

Meskipun belum berfungsi, namun semua organ kewanitaan sudah diciptakan, termasuk organ-organ untuk reproduksi seperti rahim, saluran indung telur dan lain-lainnya. Semua itu secara biologis dan faal tubuh, sudah Allah ciptakan meski baru akan berfungsi pada waktunya nanti.

Dengan perbedaan secara biologis sejak sebelum lahirnya wanita di dunia, maka sudah bisa dipastikan seorang wanita itu pasti berbeda dengan laki-laki.
  • Wanita pada usianya akan secara sunnatullah mendapatkan darah haidh yang keluar bulanan, dimana laki-laki tidak akan pernah mengalaminya.
  • Bentuk tubuh seorang wanita dipastikan akan tubuh berbeda dengan bentuk tubuh laki-laki. Dan semua itu akan ikut berpengaruh pada peran dan fungsinya.
5. Secara Pisikis Wanita Berbeda Dengan Laki-laki
Ketika secara biologis Allah SWT menciptakan wanita berbeda dengan laki-laki, maka otomatis secara psikis pun wanita punya kondisi yang sudah pasti berbeda juga. Secara psikis wanita tidak boleh disamakan begitu saja dengan laki-laki.

Oleh karena itulah maka dalam syariat Islam dibedakan peran dan fungsinya. Salah satunya dalam hal perkara untuk menjadi saksi, kesaksian seorang wanita harus dikuatkan dengan wanita yang lain, sehingga minimal ada dua wanita. Hal ini sebagaimana Allah SWT sebutkan di dalam Al-Quran :

وَاسْتَشْهِدُواْ شَهِيدَيْنِ من رِّجَالِكُمْ فَإِن لَّمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّن تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاء أَن تَضِلَّ إْحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأُخْرَى
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. (QS. Al-Baqarah : 282)

6. Hukum-hukum Yang Allah Turunkan Berbeda Antara Wanita dan Laki-laki
Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam kenyataannya ada begitu banyak ayat Al-Quran dan hadits-hadits nabawi yang memperlakukan para wanita dengan perlakuan hukum yang berbeda. Apa yang halal untuk wanita belum tentu halal bagi laki-laki dan berlaku sebaliknya. Apa yang wajib bagi wanita belum tentu wajib bagi laki-laki dan begitu pula sebaliknya.

Sebutlah yang mudah saja dalam ketentuan batasan aurat wanita dan aurat laki-laki. Sejak awal Allah SWT telah membuat batasannya yang berbeda, dimana aurat wanita di hadapan laki-laki yang tidak halal baginya adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangan.


يَا أَسْمَاء إِنَّ المَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ المَحِيضُ لاَ يَصْلُحُ أَنْ يُرِيَ مِنْهَا إِلاَّ هَذاَ وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ
Dari Aisyah radhiyallahu‘anha bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Wahai Asma', bila seorang wanita sudah mendapat haidh maka dia tidak boleh terlihat kecuali ini dan ini". Lalu beliau SAW menunjuk kepada wajah dan kedua tapak tangannya. (HR. Abu Daud).
Sedangkan batasan aurat laki-laki tidak seperti wanita, cuma antara pusat dan lutut, sebagaimana hadits berikut ini :
مَا تَحْتَ السُّرَّةِ إِلىَ الرُّكْبَةِ عَوْرَةٌ
Bagian tubuh yang di bawah pusar hingga lutut adalah aurat. (HR. Ahmad)
الرُّكْبَةُ مِنَ الْعَوْرَةِ
Lutut termasuk aurat. (HR. Ad-Daruquthny)
مَا فَوْقَ الرُّكْبَتَيْنِ مِنَ الْعَوْرَةِ وَمَا أَسْفَل السُّرَّةِ وَفَوْقَ الرُّكْبَتَيْنِ مِنَ الْعَوْرَةِ
Bagian tubuh yang berada di atas kedua lutut termasuk aurat, dan yang di bawah pusar juga termasuk aurat. (HR. Ad-Daruquthny)
Jadi intinya tidak bisa dipungkiri bahwa ketentuan syariah yang Allah SWT tetapkan buat wanita tidak selalu sama dengan laki-laki. Sehingga kajian khusus tentang ilmu fiqih wanita adalah hal yang mutlak dibutuhkan.

7. Islam Turun Untuk Mengangkat Harkat Wanita
Di masa jahiliyyah, wanita diperlakukan mirip dengan harta benda. Dahulu, seorang wanita dapat diwariskan. Artinya, jika seorang ayah menikahi seorang wanita, kemudian si ayah ini meninggal dunia, maka wanita yang pernah dinikahinya itu dapat diwariskan kepada anak lelakinya.
Dalam Islam, wanita diperlakukan dengan terhormat. Ia dapat memiliki harta eksklusif dimana ia dapat mengelolanya sendiri tanpa harus ada intervensi dan paksaan dari orang lain. Ia juga punya hak untuk memilih lelaki mana yang ia kehendaki untuk jadi suaminya. Sebagai wali, ayahnya punya kewajiban untuk menikahkan anak gadisnya dengan lelaki yang diridhai.
Dalam tradisi kaum jahiliyyah ada pernikahan yang disebut 'nikah syighar', wanita diperlakukan layaknya benda yang dijadikan mahar. Contoh nikah syighar misalnya : Seorang ayah menikahkan anak gadisnya dengan seorang pemuda, dimana pemuda itu memiliki adik perempuan lajang. Si ayah ini setuju untuk menikahkan anak gadisnya dengan si pemuda, dengan syarat bahwa si pemuda mau menikahkan adik perempuannya dengan dirinya sebagai pengganti mahar.
Dalam islam, pihak yang paling berhak atas mahar adalah calon mempelai wanita. Dan setekah akad nikah dilaksanakan dan resmi menjadi isteri, mahar itu adalah milik isteri sepenuhnya. Suaminya tak boleh mengambilnya kembali tanpa seizinnya. Maka dalam Islam, seorang wanita tidak bisa dijadikan mahar. Justeru dialah yang berhak menentukan dan menerima mahar.

Di zaman jahiliyyah, orang Arab terbiasa menikahi banyak wanita. Bahkan jumlahnya belasan dan puluhan. Kebiasaan tersebut juga menjadi lumrah di kalangan laki-laki non-arab, dimana raja atau kaisar memiliki banyak selir yang diposisikan hampir sama dengan isteri. Kemudian Islam datang membatasi menjadi maksimal 4 orang sebagaimana disebutkan dalam surah an-Nisa.

Penutup
Tujuan poin diatas hanyalah sebagian dari alasan pentingnya mempelajari Fiqih Wanita. Adapun ruang lingkup pembahasannya, dan juga sub tema yang masuk dalam ranah Fiqih Wanita insyaa Allah akan disampaikan di artikel berikutnya.

Wallahu a'lam bishshowab.
Aini Aryani, Lc
Sumber: rumahfiqih.com