Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menebeng Kesuksesan Orang Lain?


http://ziyad-lagi.blogspot.com/
Sebuah kewajaran ketika seseorang membutuhkan orang lain dalam segala hal. Jika dia sudah berusaha dan ternyata tak mampu sehingga meminta bantuan orang lain itu adalah hal manusiawi dan tentunya wajar sekali. Namun ketika ada orang yang sebetulnya mampu berusaha dan kenyataannya ada kemampuan berupa materi atau non-materi tapi masih saja meminta bantuan orang lain ini sudah mulai agak wajar.

Ketika Mampu Meraih Kesuksesan Sendiri Mengapa Harus Menebeng Kesuksesan Orang lain untuk Meraih Kesuksesan Sendiri?

Yang lebih parah lagi, ketika dia mampu berusaha baik secara materi atau non-materi, kemampuan fisik/akal serta ada semangat untuk mewujudkan kesuksesan/keberhasilannya namun tidak mau memanfaatkan instrumen-instrumen yang dibutuhkan untuk meraih keberhasilan untuk dirinya sendiri tersebut. Tapi justru membuntutin cara orang lain dalam menggapai kesuksesan untuk dirinya sendiri ini sangat tidak wajar. Kalimat sederhananya adalah menebeng orang lain dalam meraih kesuksesan untuk meraih kesuksesannya sendiri.

Mengapa bisa terjadi? Apa penyebabnya? Entahlah. Hanya oknum-oknum atau pelakunya yang mengetahui alasannya. Apakah ada orang-orang seperti ini? Jelas ada, karena realitanya demikian. Yang namanya manusia itu bermacam-macam dan setiap kepala mempunyai isi yang berbeda-beda. Bisa jadi dipengaruhi kondisi semasa kecil, lingkungan keluarga atau teman, kejiwaan yang ‘kurang stabil’, atau bahkan memang mati rasa malu dan takut.

Pada prinsipnya seorang muslim dituntut untuk memiliki rasa malu yang tinggi. Bukan berarti rasa malu yang tinggi adalah rasa malu yang berlebihan, akan tetapi rasa malu yang didasar atas dasar iman dan kebaikan, rasa malu yang sewajarnya bukan yang dibuat-buat. Rasa malu bukan berarti seseorang tidak boleh minta pertolongan atau bantuan orang lain. Akan tetapi rasa malu yang sewajarnya. Bukankah Rasulullah pernah menasehati para sahabatnya untuk memiliki rasa malu? Al-haya’u minal iiman

Bukankah hal ini sama saja dengan meminta-minta? Coba kita lihat secara seksama. Kalau seseorang ingin makan, sedangkan dia adalah orang yang sehat secara fisik dan rohani namun tanpa alasan yang teapat ia meminta-minta maka sungguh benar ia telah merendahkan wibawa dan martabatnya sendiri. Begitu juga dengan hal ini, ia telah menurunkan wibawa dan martabatnya sendiri.

حَدَّثَنَا مُوسَى حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ الزُّبَيْرِ بْنِ الْعَوَّامِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ فَيَأْتِيَ بِحُزْمَةِ الْحَطَبِ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا فَيَكُفَّ اللَّهُ بِهَا وَجْهَهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ

(BUKHARI): Telah menceritakan kepada kami Musa telah menceritakan kepada kami Wuhaib telah menceritakan kepada kami Hisyam dari bapaknya dari Az Zubair bin Al 'Awam radliallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh seorang dari kalian yang mengambil talinya lalu dia mencari seikat kayu bakar dan dibawa dengan punggungnya kemudian dia menjualnya lalu Allah mencukupkannya dengan kayu itu lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada manusia, baik manusia itu memberinya atau menolaknya".

Dalam ilmu psikologi ini disebut apa? Adakah penjelasan lebih lanjut selain alasan ‘kepekaan terhadap rasa malu’? Entahlah, kalau saya kelak masuk pada jurusan psikologi insyaAllah pada kesempatan selanjutnya. :)

Post a Comment for "Menebeng Kesuksesan Orang Lain?"