Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengapa Saya Menentang Syiah?

Syiah adalah aliran dalam islam yang menyempal jauh dari aqidah islam yang sebenarnya. Awal mula faham syiah terjadi pada akhir masa kekhalifahan Utsman bin Affan atau pada masa awal kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Pada masa itu terjadi pemberontakan besar-besaran terhadap khalifah Utsman bin Affan dan berakhir dengan syahidnya Utsman bin Affan. Kemudian naiklah Ali bin Abi Thalib menggantikan Utsman bin Affan sebagai khalifah atas desakan umat islam.

Namun pendapat yang lebih populer ialah syiah muncul setelah gagalnya perundingan antara pasukan Ali bin Abi Thalib dengan pasukan Muawiyyah bin Abu sufyan di shiffin yang lazim disebut dengan tahkim. Akibat kegagalan perundingan tersebut, sejumlah pendukung Ali menentang kepemimpinan Ali bin Abi Thalib dan keluar dari pasukan Ali. Mereka ini disebut khawarij. Kemudian sebagian besar orang yang tetap mendukung dan setia dengan pasukan Ali inilah yang disebut Syiah Ali (pengikut Ali).

Pada awalnya syiah yang menjadi pengikut setia Ali bin abi Thalib ini hanyalah sebatas pendukung politik Ali bin Abi Thalib. Mereka belum bermain pada ranah aqidah dan teologis. Karena sebagian besar mereka adalah para sahabat-sahabat dan para tabi’in yang teguh dan teguh dalam islam. Akan tetapi pada masa-masa selanjutnya ternyata halauan mereka berubah. Pada akhirnya mereka meyakini bahwa Ali lebih utama dan lebih berhak terhadadap kepemimpinan kekhalifahan dari pada Abu bakar dan Umar bin khattab. Akan tetapi kemudian mereka justru meyakini bahwa Ali lebih berhak terhadap kekhalifahan setelah Rasul. Bahkan sebagian dari syiah ekstrim menganggap bahwa Jibril salah dalam menyampaikan wahyu kepada Muhammad yang seharusnya kepada Ali. Padahal Ali sendiri mengatakan dalam khutbahnya bahwa “ Sebaik-baik ummat islam setelah Nabi Muhammad adalah Abu bakar dan Umar”. (lihat shahih Bukhari  jus 5/7, sunan Abu Dawud jus 4/288, sunan ibnu majah jus 1/39).

Akhir-akhir ini merebak kabar yang sangat kuat tentang syiah. Kalau kita mau mencermati lebih dalam maka kita akan menemukan kecacatan-kecacatan yang sangat fatal dalam tubuh syiah itu sendiri. Diantara kesesatan-kesesatan mereka ialah:

1.      Kaum Syi’ah Menambah dan Mengurangi  Al Quran
Al-Quran Al-Karim semestinya menjadi rujukan penyatu antara kita dan mereka dalam upaya pendekatan diri kepada persatuan. Akan tetapi ternyata prinsip-prinsip agama mereka tegak di atas penakwilan ayat-ayatnya dan memalingkan artinya kepada pemahaman yang tidak pernah dipahami oleh para sahabat radhiallahu ‘anhum dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam.

Bahkan salah seorang ulama terkemuka kota Najef, yaitu Haji Mirza Husain bin Muhammad Taqi An Nuri At Thobarsy, seorang figur yang mereka agungkan sampai-sampai ketika ia wafat pada tahun 1320 H menuliskan sebuah buku yang ia beri judul: “Fashlul Khithab Fi Itsbati Tahrifi Kitab Rabbil Arbaab.” (Keterangan Tuntas Seputar Pembuktian Terjadinya Penyelewengan Pada Kitab Tuhan Para Raja). Ia mengumpulkan beratus-ratus nukilan dari ulama-ulama dan para mujtahid Syi’ah di sepanjang masa yang menegaskan bahwa Al Quran Al-Karim telah ditambah dan dikurangi.

Buku karya At Thobarsy ini telah diterbitkan di Iran pada tahun 1289 H. Pada masa itu buku ini memancing terjadinya kontroversi. Hal ini karena dahulu mereka menginginkan agar upaya menimbulkan keraguan tentang keaslian Al Quran hanya diketahui secara terbatas oleh kalangan tertentu dari mereka. Akhirnya kumpulan-kumpulan tersebut di bukukan dalam satu buku yang dicetak secara masif dan dibaca oleh musuh-musuh mereka. Akhirnya justru bukunya tersebut menjdi bumereng baginya sendiri. Tatkala para tokoh mereka menyampaikan kritikan ini, penyusun kitab ini menentang mereka, dan kemudian ia menuliskan kitab lain yang ia beri judul: Raddu Ba’dhis Syubhaat ‘An Fashlil Khithab Fi Itsbati Tahrifi Kitab Rabbil Arbaab (Bantahan Terhadap Sebagian Kritikan Kepada kitab “Keterangan Tuntas seputar pembuktian terjadinya penyelewengan pada kitab Tuhan para raja”. Ia menuliskan pembelaan ini pada akhir hayatnya, yaitu dua tahun sebelum ia wafat.

Akan tetapi justru kaum Syi’ah telah memberikan penghargaan kepadanya atas jasanya membuktikan bahwa Al Quran telah mengalami penyelewengan, yaitu dengan menguburkannya di tempat istimewa dari kompleks pemakaman keturunan Ali di kota Najef. Dan di antara hal yang dijadikan bukti oleh tokoh kota Najef ini bahwa telah terjadi kekurangan pada Al Quran, ialah pada hal: 180, ia menyebutkan satu surat yang oleh kaum Syi’ah disebut dengan nama “Surat Al-Wilayah”, pada surat ini ditegaskan kewalian sahabat Ali:

يأيها الذي آمنوا آمنوا بالنبي والولي اللذين بعثناهما يهديانكم إلى الصِّراط المستقيم …إلخ
“Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah engkau dengan seorang nabi dan wali yang telah Kami utus guna menunjukkan kepadamu jalan yang lurus…dst.”

Demikianlah surat Syi’ah, gaya bahasanya buruk, lucu dan tidak fasih. Ditambah lagi kesalahan fatal dalam ilmu nahwu, membuktikan bahwa itu adalah surat non Arab, hasil rekayasa orang-orang non Arab Iran, sehingga mereka mempermalukan diri sendiri dengan menambahkan surat ini. Inilah “Al Quran” yang dimiliki kaum Syi’ah, terdapat kesalahan, dengan gaya bahasa non Arab dan menyalahi ilmu nahwu.

2.      Permasalahan Taqiyyah
Penghalang pertama bagi terwujudnya solidaritas yang benar dan tulus antara kita dan mereka ialah apa yang mereka sebut dengan Taqiyyah. Taqiyyah ialah seseorang menampakkan sikap yang tidak sesuai dengan isi batinnya. Mereka dalam hal ini berdalilkan dengan beberapa hadits, di antaranya hadits yang mereka sebut-sebut dari Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu yang pada hadits ini -menurut anggapan kaum syiah- beliau berkata: “Taqiyyah termasuk amalan seorang mukmin yang paling utama, dengannya ia menjaga diri dan saudaranya dari tindakan orang-orang jahat.” (Baca: Tafsir Al Askari, hal: 162 Pustaka Ja’fary, India).

Taqiyyah merupakan suatu keyakinan dalam agama syiah yang membolehkan bagi mereka untuk berpenampilan di hadapan kita dengan penampilan yang menyelisihi hati nurani mereka. Dengan demikian orang yang lugu dari kalangan kita (Ahlusunnah) akan tertipu dengan penampilan mereka yang mengesankan ingin mengadakan solidaritas dan pendekatan. Padahal sebenarnya mereka tidaklah menginginkan, tidak rela, dan tidak akan menerapkan hal itu, kecuali bila hal itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja (yaitu pihak Ahlusunnah).

Di antaranya hadits yang mereka yakini bahwa Imam kelima mereka, yaitu Muhammad Al Baqir meriwayatkan suatu hadits yang di antara bunyinya:
“At Taqiyyah ialah kebiasaanku dan kebiasaan bapak-bapakku, dan tidak beriman orang yang tidak bertaqiyyah.” (Al Ushul Minal Kafi, bab: At Taqiyyah jilid: 2 hal: 219).

Syaikh ahli hadits mereka Muhammad bin Ali bin Al Hasan bin Babuyah Al Kummi telah menyebutkan dalam sebuah risalahnya yang berjudul Al I’tiqadaat:
“Bertaqiyyah wajib hukumnya, barang siapa yang meninggalkannya, maka ia bagaikan orang yang meninggalkan sholat.” Ia juga berkata: “Bertaqiyyah wajib hukumnya, dan tidak boleh dihapuskan hingga datang sang penegak keadilan (imam mahdi -pent), dan barang siapa yang meninggalkannya sebelum ia datang, maka ia telah keluar dari agama Allah Ta’ala, dan dari agama Al Imamiyyah, serta menentang Allah, Rasul-Nya dan para Imam.” (Baca risalah Al I’tiqadaat, pasal At Taqiyyah, terbitan Iran tahun: 1374 H).

3.      Celaan Syi’ah Kepada Sahabat Nabi
Al-Jibtu & At-Thoghut: Abu Bakar & Umar (menurut Syiah –laknatullahi alaihim)
Ucapan itu adalah ucapan mereka. Oleh karena itulah kaum Syi’ah senantiasa mengutuk sahabat Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiallahu ‘anhum dan setiap orang yang menjadi penguasa dalam sejarah Islam selain sahabat Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu. Mereka (kaum syiah) telah berdusta atas nama Imam Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa, bahwa beliau telah membenarkan para pengikutnya menjuluki Abu Bakar dan Umar dengan sebutan “Al Jibtu & At Thoghut.” (Al Jibtu dan At Thoghut ialah segala sesuatu yang disembah atau menjadikan manusia menyeleweng dari agama Allah).

Disebutkan dalam kitab Al Jarhu wa At Ta’dil (yaitu salah satu disiplin ilmu hadits yang membahas tentang kredibilitas dan biografi para perawi hadits dan tarikh) terbesar dan terlengkap yang mereka miliki, yaitu buku “Tanqih Al Maqal Fi Ahwal Ar Rijaal” karya pemimpin sekte Ja’fariyyah Ayatullah al-Mamaqani, pada juz 1 hal: 207, edisi Pustaka Al-Murtadhowiyyah, Najef tahun 1352 H ada suatu kisah yang dinukilkan oleh Syaikh besar Muhammad Idris Al Hilli pada akhir kitab “As Sara’ir” dari kitab “Masa’il Ar Rijal Wa Mukatabaatihim” kepada Maulana Abil Hasan Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa ‘alaihissalaam dari sebagian pertanyaan Muhammad bin Ali bin ‘Isa, ia berkata: Aku menulis surat kepadanya menanyakan perihal seseorang yang memusuhi keluarga Nabi, apakah ketika mengujinya diperlukan kepada hal-hal lain selain sikapnya yang lebih mendahulukan Al Jibtu & At Thoghut?.

Maksudnya ia mendahulukan dua orang pemimpin dan sekaligus dua sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam  dan dua pembantu kepercayaan beliau, yaitu Abu Bakar dan Umar radhaiallahu ‘anhuma. Kemudian jawabannya datang sebagai berikut: “Barang siapa yang meyakini hal ini, maka ia adalah seorang yang memusuhi keluarga Nabi.” Maksudnya: cukup bagi seseorang untuk disebut sebagai orang yang memusuhi keluarga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam , bila ia mendahulukan Abu Bakar dan Umar (dibanding sahabat Ali bin Abi Thalib) dan meyakini keabsahan kepemimpinan mereka berdua.

Kata-kata “Al Jibtu” dan “At Thoghut” senantiasa digunakan oleh kaum Syi’ah dalam bacaan doa mereka yang disebut dengan “Doa Dua Berhala Quraisy”. Yang mereka maksudkan dari dua berhala dan dari kata “Al Jibtu” dan “At Thoghut” ialah Abu Bakar dan Umar radhiallahu ‘anhuma. Doa ini disebutkan dalam kitab mereka yang berjudul “Mafatihul Jinaan” hal: 114, kedudukan kitab ini bagaikan kitab “Dalaa’ilul Khairaat” yang telah menyebar luas di tengah-tengah berbagai negeri Islam. Bunyi doa ini sebagai berikut:

“Ya Allah, limpahkanlah sholawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, dan kutuklah dua berhala, dua sesembahan, dua tukang sihir Quraisy dan kedua anak wanita mereka berdua……” Yang mereka maksud dengan kedua anak wanita mereka ialah Ummul Mukminin ‘Aisyah dan Ummul Mukminin Hafshah semoga Allah meridhai mereka dan seluruh sahabat.

4.      Hari Pembunuhan Al-Faruq Sebagai Hari ‘Ied Terbesar
Kebencian mereka kepada tokoh yang berhasil memadamkan api kaum majusi di Iran dan yang berhasil mengislamkan nenek moyang penduduknya, yaitu Sayyidina Umar bin Al Khatthab radhiallahu ‘anhu tiada batas, sampai-sampai mereka menamakan pembunuhnya, yaitu Abu Lulu’ah Al Majusi dengan sebutan: “Baba Syuja’uddin” (Ayah Sang Pemberani). Ali bin Muzhohir -salah seorang tokoh mereka- meriwayatkan dari Ahmad bin Ishaq Al Kummi Al Ahwash, Syaikh kaum Syi’ah dan pemuka mereka, bahwa hari pembunuhan Umar bin Al Khatthab adalah hari ‘ied terbesar, hari kebesaran, hari pengagungan, hari kesucian terbesar, hari keberkahan, dan hari hiburan.

Mereka mengkafirkan semua orang. Dimulai dari sahabat Abu Bakar, Umar sampai Shalahuddin Al-Ayyuby rahimahullah dan seluruh tokoh yang telah berhasil menundukkan berbagai dinasti dunia sebagai penghuni neraka. Bahkan ada sebagian imam mereka yang beujar dengan sombongnya bahwa semua sahabat Nabi yang sepuluh yang dijamin masuk surga akan masuk neraka seluruhnya kecuali Ali bin Abi Thalib.

5.      Keyakinan Nyeleneh Syi’ah Tentang Imam Mahdi
Di antara prinsip dasar dalam ideologi mereka ialah: Bila suatu saat nanti Imam Mahdi telah bangkit, yaitu Imam mereka yang ke dua belas, yang menurut mereka saat ini sudah hidup dan sedang menanti saat kebangkitannya / revolusinya agar mereka ikut andil bersamanya menjalankan revolusi tersebut. Bila mereka menyebutkannya dalam buku-buku mereka, mereka senantiasa menuliskan di sebelah nama, atau julukan atau panggilannya dua huruf (عج) kependekan dari:
عجَّل الله فرجه
“Semoga Allah menyegerakan kebangkitannya.”
(Tatkala Imam Mahdi ini telah bangkit dari tidurnya yang amat panjang yang telah melebihi seribu seratus tahun) Allah akan menghidupkan kembali seluruh penguasa umat Islam yang telah lalu bersama-sama para penguasa yang ada pada masa kebangkitannya terutama yang mereka sebut dengan Al Jibtu & At Thoghut yaitu Abu Bakar dan Umar dan para pemimpin setelah keduanya. Kemudian Imam Mahdi ini akan menghukumi mereka atas perbuatan mereka merampas kekuasaan dari dirinya dan dari kesebelas nenek moyangnya. Karena -menurut mereka- kekuasaan itu sepeninggal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah hak mereka semata sebagai karunia Allah kepada mereka, dan tidak ada hak sedikit pun bagi selain mereka.

Setelah mengadili para thoghut tersebut, ia membalas mereka semua, sehingga ia memerintahkan untuk membunuh dan memusnahkan setiap lima ratus orang secara bersama-sama, hingga akhirnya ia genap membunuh sebanyak 3000 penguasa Islam sepanjang sejarah. Hukuman ini terjadi di dunia sebelum kebangkitan terakhir mereka, kelak di hari kiamat. Kemudian setelah mereka semua mati serta binasa, terjadilah kebangkitan terbesar, kemudian manusia masuk surga atau neraka. Surga bagi keluarga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam  dan setiap orang yang berkeyakinan demikian ini tentang mereka dan neraka bagi setiap orang yang tidak termasuk kelompok Syi’ah.

Kaum Syi’ah menamakan penghidupan kembali, pengadilan dan pembalasan ini dengan sebutan “Ar Raj’ah”, dan hal ini merupakan bagian dari ideologi kaum Syi’ah yang tidak seorang Syi’ah pun yang meragukannya. Mereka saat ini terbagi menjadi dua kelompok: orang-orang yang meyakini ideologi-ideologi tersebut dengan utuh dan orang-orang yang berpendidikan modern sehingga mereka menyeleweng dari berbagai khurofat ini kepada paham komunis. Penganut paham komunis di Irak dan Partai Tawaddah (Partai Kasih Sayang) di Iran, anggotanya ialah kaum Syi’ah yang telah menyadari kesalahan berbagai dongeng palsu mereka, sehingga mereka menganut paham komunis setelah sebelumnya menganut ajaran Syi’ah. Di masyarakat mereka tidak ada kelompok atau partai yang moderat, kecuali orang-orang yang menerapkan ajaran taqiyyah guna mencapai tujuan kelompok atau diplomasi atau partai atau pribadi, padahal ia menyembunyikan selain dari yang ia nampakkan.

Catatan: Tulisan ini disarikan dari tulisan Syaikh Muhibbuddin Al Khatiib dengan tambahan.



1 comment for "Mengapa Saya Menentang Syiah?"

  1. ilmu yang bermanfaat sob. silakan follow back gan :) ditunggu kunjungannya
    - Kromosom

    ReplyDelete