![]() |
Guru Abal-Abal: Pseudo-Teacher by ziyad.web.id |
Pada tahun 2004 berbondong-bondonglah para ulama, para artis bahkan
sekarang sudah mulai nge-trend para pengusaha untuk memasuki ruang
politik. Maka sekarang bukan hanya peta perpolitikan saja yang dijadikan “Abal-abalan”
tempat campur aduknya manusia. Tapi sudah merambah ke dunia yang dipandang
sebagai penjaga moralitas bangsa, Guru. Dunia pendidikan. Ya, coba bayangkan
bagaimana jadinya jika seorang guru yang menjadi ‘Abal-abal’?
Maksudnya? Tidak jarang profesi guru hanya dipandang sebagai tempat
mencari penghidupan semata. Asal punya ijazah strata satu sudah rasanya pantas
mengajari tanpa mau belajar, menjudge tanpa mempertimbangkan psikologi anak,
menyamaratakan semua murid, merasa benar tanpa memandang perbedaan, Mengajar
hanya sekedar memenuhi jam, tanpa makna dan hati yang hadir dalam mengajar,
tidak ada jiwa yang terpaut. dll.
Pseudo-teacher bisa diartikan sebagai guru semu. Guru abal-abal, seolah-olah
sebagai guru namun nyatanya hanya seonggok manusia yang merasa sudah menjadi
guru tanpa punya piranti yang tepat untuk menjadi seorang guru. Buka hanya
sekedar memenuhi jam pelajaran.
Lalu bagaimana agar kita terhindar dari pseudo-teacher atau
guru semu, karbitan, abal-abal, guru-guruan saja?. Coba kita simak kata mutiara
berikut:
اَلْمَادَّةُ
مُهِمَّةٌ وَلَكِنَّ اَلطَّرِيْقَةُ اَهَمُّ مِنَ الْمَادَّةِ. اَلطَّرِيْقَةُ مُهِمَّةٌ
وَلَكِنَّ الْمُدَرِّسُ اَهَمُّ مِنَ الطَّرِيْقَةِ. اَلْمَدَرِّسُ مُهِمٌّ وَلَكِنْ
رُوْحُ الْمُدَرِّسُ اَهَمُّ مِنَ الْمُدَرِّسُ.
“Materi
Pembelajaran adalah sesuatu yang penting, tetapi metode pembelajaran jauh lebih
penting daripada materi pembelajaran. Metode pembelajaran adalah sesuatu yang
penting, tetapi guru jauh lebih penting daripada metode pembelajaran. Guru
adalah sesuatu yang penting, tetapi jiwa guru jauh lebih penting dari seorang
guru itu sendiri.”
Ungkapan yang sangat luar biasa bukan!
Jiwa Guru jauh lebih
penting! Ya, kekuatan batin, lebih didahulukan daripada kekuatan dzohir. Lalu
bagaiman jiwa guru yang benar-benar guru?. Caranya adalah dengan meningkatkan
kedekatan kita kepada Alloh (اَلتَّقَرُبُ إلى اللّٰه ). Dengan melakukan amalan-amalan wajib, ditambah dan
disempurnakan dengan amalan-amalan sunnah.
Bayangkan jika kita
sebagai guru mengajar dengan sepenuh “jiwa” kita. Niat kita ikhlas dalam
mengajar, membimbing dan mendidik murid, ikhlas dalam menasehati, disiplin
ketika mengajar, dalam kehadiran, menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran, berakhlak
baik kepada murid, mendoakan mereka di setiap selesai sholat kita atau bahkan mendoakan
mereka di sepertiga malam-malam kita.
Jika kita melakukan
hal-hal di atas, Insyaa Allah ilmu dan nasehat-nasehat kita –yang benar-benar
terpancar murni dari relung jiwa- akan lebih mudah diterima oleh
murid-murid kita. Karena yang berasal dari jiwa, akan diterima oleh jiwa. Yang
bersumber dari hati, akan diterima oleh hati. Pembelajaran kita di kelas akan
penuh makna, para murid akan selalu mengenang kita sebagai guru yang luar biasa
dan pahala yang besar telah menanti kita di akhirat nanti.
InsyaAllah.