Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Corak Tafsir Ilmi

Corak Tafsir Ilmi
Al-Qur`an merupakan kitab suci umat Islam yang di dalamnya mencakup prinsip-prinsip Islam secara menyeluruh yang semua itu dimaksudkan untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia agar manusia itu tidak menyimpang dari jalan yang telah digariskan oleh Allah SWT. Dengan berpegang teguh kepada al-Qur`ân ini merupakan kunci kebahagiaan baik di dunia dan akhirat, karena Rasulullah SAW pernah berwasiat kepada kita untuk selalu berpegang teguh kepada dua pusaka yaitu al-Qur`ân dan sunnah Rasulullah SAW agar tidak tersesat selamanya, baik di kehidupan dunia maupun akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadis:

تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ

“telah aku tinggalkan untuk kalian dua hal, yang kalian tidak akan tersesat selama-selamanya selama kalian berpagang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah (al-Qur`ân) dan sunnah Nabi-Nya”

Namun teks al-Qur`an yang masih sangat global tentu membutuhkan penafsiran dan penjelasan agar kita sebagi umat Islam mampu untuk memahami isi yang terkandung di dalamnya. Kegiatan menafsirkan al-Qur`an telah dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW hingga sekarang. Namun seiring berkembangnya zaman, metode, corak atau pendekatan-pendekatan yang digunakan oleh para mufassir juga mengalami perkembangan dan perbedaan yang ini akan mempengaruhi hasil penafsiran. Dari bebarapa metode dan corak yang berkembang sekarang, salah satunya yaitu Tafsir Ilmi.
Pada makalah kami akan sedikit membahas mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan Tafsir Ilmi, karena baru-baru ini mulai diperbincangakan dengan munculnya beberapa ilmuan khususnya para ahli sains modern, akan tetapi pembahasan mengenai tafsir ini ada beberapa kalangan yang pro dan kontra.

Pengartian
Tafsir ilmu adalah suatu metode tafsir yang berusaha menjalaskan istilah-istilah yang ilmiyah dalam al-Qur’an dan menghasilkan berbagai macam teori ilmiyah dan filsafat. 
Dapat kita pahami bahwa yang dimaksud dengan tafsir ilmi adalah seorang mufassir yang berusaha menjelaskan makna yang terkandung dalam al-Qur’an dengan metode atau pendekatan ilmiyah atau ilmu mengetahuan.

Menurut pandangan al-Qur’an seperti yang diisyaratkan oleh wahyu pertama, ilmu terdiri dari dua macam. Pertama, ilmu yang diperoleh tanpa usaha manusia, dinamai ‘ilm ladunni, seperti diinformasikan antara lain oleh al-Qur’an surat al-Kahfi (18):65:

فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا

“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami”.

Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia, dinamai ‘ilm kasbi. Ayat-ayat ‘ilm kasbi lebih banyak dari pada ayat yang berbicara tentang ‘ilm ladunni. Abdul Mustaqim dalam bukunya yang berjudul Aliran-aliran Tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tafsir ilmi adalah tafsir yang menempatkan berbagai terminologi ilmiyah dalam ajaran-ajaran tertentu al-Qur’an atau berusaha mendeduksi berbagai ilmu serta pandangan-pandangan filosofisnya dari ayat-ayat al-Qur’an. Tafsir ini dibangun berdasarkan asumsi bahwa al-Qur’an mengandung berbagai macam ilmu baik yang sudah ditemukan atau yang berlum ditemukan. 

Karakteristik
Tafsir ilmi sangat erat hubungannya dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan manusia atau termasuk juga di dalamnya ilmu sains yang dapat digunakan untuk mengungkap rahasia-rahasia dan makna-makna yang terkandung dalam al-Qur’an. Dalam menggunakan metode tafsir ilmi ini, ada beberapa hal yang menjadi ciri khas di antara corak-corak atau metode-metode tafsir yang lain, yaitu:

1. Tafsir ilmi sering kali menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan atau sains untuk mengungkan rahasia-rahasia yang tekandung dalam al-Qur’an.
2. Tafsir ilmi kurang memperhatikan kriteria-kriteria theologis dalam menafsirkan suatu ayat.
3. Kurang memperhatikan kondisi atau asbabun nuzul suatu ayat pada saat turun.
4. Sering kali menggunakan penyerupaan dalam menafsirkan al-Qur’an dengan istilah-istilah kekinian atau istilah-istilah ilmiyah.

Sikap Ulama mengenai Tafsir Ilmi
Dengan kemunculan tafsir dengan corak ilmi ini sempat menimbulkan pro-kontra di kalangan para ulama. Sebagian yang tidak setuju berpendapat bahwa al-Qur’an itubukan buku ilmu pengetahuan, malainkan adalah kitab petunjuk untuk umat manusia. Jika seseorang berupaya melegitimasi teori-teori ilmu pengetahuan dengan ayat-ayat al-Qur’an, maka dikhawatirkan jika teori itu itu runtuh dengan adanya teori yang baru akan menimbulkan kesan bahwa ayat itu pun ikut runtuh, dan bahkan seolah kebenaran ayat dapat dipatahkan oleh teori baru yang bertumpu pada ilmu pengetahuan. 

Untuk itu tidak perlu melakukan tafsir ilmi jika hanya dimaksudkan untuk meligitimasi teori-teori ilmu pengetahuan yang sifatnya relatif dan tidak tetap.  Diantara ulama-ulama yang menolak tafsir ilmi yaitu:
1. Ibnu Taimiyah
2. Asy-Syatibi 
3. Muhammad Saltut

Sedangkan ulama yang menerima dan mendukung berkembanganya tafsir ilmi yaitu:
1. Imam al-Ghazali
2. Imam Thanthawi Jauhari
3. Muhammad Abduh
4. Fakhrur ar-Razi
E. Kitab Tafsir Ilmi yang berkembang

Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai pro dan kontra dalam menerima tafsir ini, tapi yang pasti tafsir ini terus berkembang. Diantara beberapa kitab yang membahas makna-makna ayat dengan mendekatan ilmu pengetahuan yaitu:
1. Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an, karya Thanthawi Jauhari
2. Tafsir al-Ilmi li al-Ayat al-Kauniyah fi al-Qur’an, karya Hanafi Ahmad
3. Tafsir al-Ayat al-Kauniyah, karya sunan Dr. Abdulllah Syahatah. 
4. Tafsir al-Manar, karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.

Contoh penafsiran
1. Q.S. al-Fil (105): 3
وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ
“Dan kami utus atas mereka burung ababil”

Menurut Muhammad Abduh lafal thairan dapat diartikan sebagai hewan yang terbang di langit, baik yang bertubuh kecil maupun besar. Tidak ada salahnya bila kita mempercayai burung tersebut dari  jenis nyamuk atau lalat, yang membawa benih penyakit tertentu. Thairan (burung) di sini juga dapt diartikan sebagai mikroba pada zaman sekarang. Karena ia adalah hewan yang terbang di langit baik nampak maupun tidak. 

2. Q.S an-Nisa’ (4): 1

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

Dalam menafsirkan ayat ini, Muhammad Abduh di dalam kitabnya Tafsir al-Manar menyinggung tentang perumpamaan antara jasad dan ruh seperti senter dan batrai. Ketika Allah SWT mengambil ruh dari jasad manusia, maka jasad itu sudah tidak bisa lagi untuk hidup atau bergerak, ini seperti ketika kita mengambil batrai dari senter maka senter tersebut seduh tidak bisa lagi untuk menyala. Beliau juga memberi perumpamaan antara jasad dan ruh seperti batrai dan listrik yang dikandung oleh batrai tersebut, ketika listrik yang ada dalam batrai tersebut sudah tidak ada, maka batrai itu tidak bisa meberikan manfaat dan tidak bisa dipakai. 

3. Q.S Yasin (36): 37-40

وَآيَةٌ لَّهُمُ اللَّيْلُ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَإِذَا هُم مُّظْلِمُونَ, وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ, وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّىٰ عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ, لَا الشَّمْسُ يَنبَغِي لَهَا أَن تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۚ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ,

“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan. dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”

Menurut Basri Mustafa dalam Tafsirnya yang berjudul Al-Ibris, bahwa ia mengumpulakan jalannya matahari, bulan, bumi dan bintang-bintang seperti mesin jam yang mudah dilihat, mesin jam itu mulai dari roda paling besar, sedang dan paling kecil semuanya berjalan pada tempatnya masing-masing. Mesin arloji memiliki hubungan yang dhahir antara satu dengan yang lain, sedangkan antara matahari, bulan, bumi dan bintang-bintang memiliki hubungan magnetis. Ia juga menjelaskan hubungan semua itu dengan gaya grafitasi agar diantara mereka tidak terjadi persinggungan.

Dengan penjelasan seperti ini, menunjukan bahwa ia adalah seorang penafsir yang banyak mengetahui tentang ilmu alam, sehingga ketika ia menemukan ayat-ayat kauniyah, maka ia menafsirkan dengan pendekatan ilmu pengetahuan alam yang ia kuasai. 

Kesimpulan
Tafsir ilmu merupakan suatu metode tafsir yang berusaha menjalaskan makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dengan pendekatan ilmu pengetahuan dan dengan istilah-istilah ilmiyah sehingga menghasilkan berbagai macam teori ilmu dan dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan masa kini.

Kemunculan metode ini sempat menimbulkan pro dan kontra dari kalangan para ulama, sebagian mereka ada yang menolak dan menerimanya dengan argumen mereka masing-masing. 

Daftar Pustaka
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur`an dan Terjemanya, Jakarta: Pelita, 1983.
Adz-Dzahabi, Muhammad Husain, Tafsir wa al-Mufassirun, Kairo: Maktabah Wahbah.
Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Penerbit Mizan, 2007.
Mustaqim, Abdul, Aliran-aliran Tafsir, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005.
LAL, Anshari, Tafsir Bil ra’yi; Menafsirkan al-Qur’an Dengan Ijtihad, Jakarta: Gaung Persada Press, 2010.
Abduh, Muhammad dan Ridha, Rasyid, Tafsir al-Manar, Kairo: Dar al-Manar, 1947.
Nurcholis, Afit Juliat, Penafsiran Ayat-ayat Kauniyah dalam Tafsir Al-Ibris Karya Bisyri Mustafa Rembang, Fak. Ushuluddin, Institut Agama Islam Negeri Yogyakarta, 2002.
http://anshar-mtk.blogspot.com/2013/08/tafsir-ilmi.html

Post a Comment for "Corak Tafsir Ilmi"